
Hidangan Musim Gugur dari Seluruh Dunia Bagian 2
Pergantian musim kerap dirayakan dengan festival meriah, tak terkecuali dengan musim gugur yang merupakan awal dari akhir kehidupan tanaman, namun masa-masa ini juga diwarnai dengan melimpahnya bahan makanan tertentu karena merupakan musim panen. Di laut, sebelum suhu beranjak lebih dingin dan mengharuskan beberapa biota laut berpindah ke perairan yang lebih hangat, laut pun tak kalah memberikan hasil yang melimpah untuk dikonsumsi manusia.
Musim gugur memang puncak kekayaan bahan pangan, karena di musim inilah manusia menuai apa yang telah ia tanam atau tunggu di musim-musim sebelumnya. Berikut ini sejumlah bahan makanan khas musim gugur dari seluruh dunia yang tak hanya lezat, namun juga memiliki kisah menarik di baliknya.
1. Matsutake, Jepang
Jamur khas Jepang ini hanya ada di musim gugur. Jamur ini terbilang langka karena tidak bisa dibudidayakan dan hanya bisa dipanen dari hutan, sehingga harganya mahal. Bahkan, di masa lalu hanya kaisar yang bisa menyantap matsutake. Di Jepang, jamur ini biasanya disajikan secara sederhana untuk menonjolkan rasanya yang khas. Matsutake gohan, misalnya, hidangan musim gugur terpopuler di Jepang dan terdiri matsutake dan shinmai yang secara harfiah berarti “beras baru” karena merupakan beras pertama yang dipanen di musim gugur dan rasanya berbeda dengan beras lain yang dipanen sepanjang tahun. Menurut orang Jepang, shinmai lebih lengket, berisi, dan lembut.
Matsutake juga dapat diolah menjadi sup, atau yang disebut matsutake dobin mushi, dan terbuat dari kaldu bonito, sayuran, potongan daging ayam atau udang, mitsuba (peterseli Jepang). Kuah sup tidak langsung dicampur ke dalam mangkuk saji, melainkan disimpan dalam teko tanah liat yang disebut dobin, dan baru dituang bila sup sudah siap disantap. Menu berbahan matsutake tersedia di berbagai restoran di seluruh penjuru Jepang, namun harganya dapat bervariasi, tergantung asal jamurnya.
2. Truffade, Prancis
Truffade yang berarti “hidangan kentang” dalam bahasa setempat ini adalah makanan khas Auvergne, sebuah kawasan di Prancis Tengah. Setiap hari, warga yang mayoritas petani mesti melakukan pekerjaan berat di ladang, sehingga mereka membutuhkan asupan tinggi kalori dan truffade pun kemudian tercipta. Makanan sejenis panekuk ini memang mengenyangkan, selain bahan-bahannya sederhana dan cara memasaknya pun mudah. Terbuat dari irisan tipis kentang dan keju tome fraiche (keju khas Auvergne yang masih segar, bukan yang sudah berumur), kentang dimasak secara perlahan dalam lemak angsa atau bebek sampai empuk, kemudian dicampur keju, sehingga adonan tersebut menyatu dan mengental. Penyuka daging dapat menambahkan bacon, sementara vegetarian dapat mengganti lemak angsa dengan minyak sayur dan menikmati truffade bersama salad.
Truffade sendiri tidak hanya dapat disajikan sebagai menu utama, namun juga dapat disantap sebagai side dish untuk steik, ham, sosis babi, atau sekadar telur rebus. Banyak keluarga di kawasan Auvergne yang membanggakan resep truffade mereka (dengan memvariasikan keju, bumbu, minyak, saus krim, panas oven, dan lainnya), lalu menjual dan menamainya dengan nama yang unik untuk membuat wisatawan penasaran. Phonsounette di Auberge La Grange Alphonse (Village de Farges, RD 150, Saint-Nectaire), misalnya, dinamai truffade-nya berdasarkan makanan favorit sang paman pemilk restoran tersebut, yaitu truffade yang disajikan bersama sosis dan kubis.
3. Tteok, Korea Selatan
Tteok adalah penganan berbahan dasar beras yang mudah ditemui di seantero Korea, dengan bahan dan cara penyajian yang berbeda-beda, tergantung daerah pembuatnya. Dari sekian banyak versi, yang paling terkenal adalah tteokbokki (tteok yang dimasak dalam bumbu gochujang atau pasta cabai khas Korea) yang biasanya dinikmati di pojangmacha (warung atau bar tenda) bersama soju. Ada juga tteokguk (tteok yang diolah menjadi sup bersama daging sapi atau ayam), songpyeon (tteok berbentuk menyerupai bulan sabit yang tersedia tanpa isi maupun dengan isi sirup kacang merah, kacang kedelai, kastanye, atau wijen), dan injeolmi (tteok yang ditumbuk, dipotong kecil-kecil, lalu dibalut bubuk kacang tanah, kedelai, atau teh hijau).
Saking populernya tteok, Korea Selatan bahkan memiliki Museum Tteok di Seoul yang menampilkan lebih dari 50 jenis tteok beserta peralatan dapur yang digunakan dari generasi ke generasi. Di museum ini jugalah pengunjung dapat mengetahui lebih banyak mengenai sejarah tteok, yang ternyata sudah ada sejak Zaman Perunggu sekitar 850 SM. Selama periode Tiga Kerajaan, hidangan ini menyebar ke seluruh Semenanjung Korea, dan populer di kalangan bangsawan maupun rakyat jelata.
4. Chiles en Nogada, Meksiko
Terbuat dari cabai poblano dengan isian picadillo (biasanya berupa irisan daging, rempah-rempah, dan buah-buahan), lalu disiram nogaga (saus krim berbahan dasar walnut) dan diberi taburan biji delima, hidangan berwarna putih, merah, dan hijau ini tak hanya mengingatkan akan bendera Meksiko, namun juga berhubungan erat dengan hari kemerdekaan Meksiko. Konon hidangan ini disajikan pertama kalinya oleh seorang biarawati asal Puebla untuk menyambut kedatangan Agustín de Iturbide, seorang jenderal yang kemudian diangkat sebagai kaisar setelah berhasil memerdekakan Meksiko dari Spanyol.
Uniknya lagi, musim untuk membuat dan makan hidangan ini hanyalah tiap Agustus hingga paruh pertama September, ketika walnut dan biji delima tersedia di pasar-pasar dan ketika itu bertepatan dengan perayaan kemerdekaan. Ada banyak restoran di Meksiko yang menyediakan Chiles en Nogada tiap musim panas dan musim gugur, dengan beberapa yang rekomendasinya di Mexico City adalah Hostería de Santo Domingo (hosteriasantodomingo.mx) dan Azul y Oro (azul.rest). Sementara di Puebla, tempat hidangan ini berasal, Casa de los Muñecos (casadelosmunecos.com) adalah salah satu yang terpopuler.
5. Sanma, Jepang
Sanma – yang berarti harfiah “ikan todak musim gugur” dan dalam bahasa Inggris disebut mackerel pike (Cololabis saira) dalam bahasa Inggris, merupakan salah satu makanan musim gugur yang paling dinanti di Jepang. Ikan yang berasal dari Samudra Pasifik Utara ini melakukan migrasi ke belahan bumi selatan yang lebih hangat tiap musim gugur dan melewati pantai timur laut Jepang, dengan lokasi utama penangkapannya di perairan sekitar Tohoku dan Kanto. Kaya protein dan asam lemak tak jenuh, sanma biasa disantap warga setempat untuk mempersiapkan tubuh di bulan-bulan musim dingin mendatang. Disajikan utuh setelah dibakar dan ditaburi sedikit garam, warga banyak yang menyantapnya mulai dari kulitnya yang garing (bisa dinikmati setelah ditambahkan jeruk nipis, lobak daikon, atau kecap).
Menu ini dapat dinikmati dengan sake di pub tradisional, namun bila ingin mencari pengalaman street food yang unik, bertolaklah ke pintu keluar timur dari Stasiun Meguro pada Minggu pertama di bulan September untuk menghadiri Sanma Matsuri, sebuah festival di mana lebih dari 5.000 sanma panggang diberikan gratis kepada pengunjung.