TOP

Tertawan Pesona Galapagos

Berenang bersama penguin dan hiu, lalu terbirit-birit dikejar iguana laut tak pernah terbayangkan sebelum menjejak di Galapagos, kepulauan yang telah menginspirasi Charles Darwin untuk menyempurnakan teori evolusi dan menjadi latar film Master and Commander: The Far Side of the World (2003). Sepulang dari kepulauan menakjubkan ini pun hingga hari ini saya masih susah lupa.

 

Perjalanan ke Pulau Bartolome seketika mengingatkan saya akan Kapten Jack Aubrey dan rombongannya dalam film Master and Commander. Bedanya, saya dan 15 orang lainnya  berlayar ketika cuaca cerah dengan ombak yang tak terlalu besar selama perjalanan. Butuh kurang lebih tiga jam perjalanan dengan kapal dari Santa Cruz ke Bartolome, dan begitu mendarat, saya dibuat takjub dengan yang terhampar di depan mata.

 

Masuk Film Dokumenter 

Nama pulau ini diambil dari Sir Bartholomew James Sulivan, kapten kapal HMS Beagle yang ditumpangi Charles Darwin pada 1831 ketika menuju Galapagos. Memiliki Pinnacle Rock atau julangan batu di pinggir pantai, Pulau Bartolome sekilas mengingatkan akan Pulau Padar di Kepulauan Komodo yang berbukit-bukit dengan laguna berpasir putih. Pantai teluk ini juga dipenuhi lava yang telah mengering selama jutaan tahun sehingga membentuk motif yang unik dan mengundang untuk berimajinasi.

 

Belum puas mengagumi daratan Pulau Bartolome, saya diingatkan awak kapal untuk bersiap snorkeling di Sullivan Bay.  Begitu kepala terendam air, saya melihat penyu melintas. Tangan langsung sigap menekan tombol shutter. Belum selesai memotret penyu, di kejauhan saya melihat dua ekor hiu karang, sementara tiba-tiba kawanan anjing laut mengejar kawanan penguin. Melihat itu semua, saya bagai sedang masuk ke dalam dokumenter produksi National Geographic. Saya hanya dapat berharap baterai kamera saya tidak habis ketika saya sedang mengabadikan pemandangan menakjubkan tersebut.

 

Namun tentu saja waktu berlalu sangat cepat setiap kali kita sedang bersenang-senang. Saya tidak ingat berapa lama berada di bawah air, namun terasa sangat singkat. Walau saya telah merekam apa yang saya lihat menggunakan kamera, namun  saya juga telah mencadangkannya di dalam ingatan.

 

Pengalaman berenang bersama aneka biota laut kemudian saya ulang di Tortuga Bay dua hari setelahnya. Berbeda dengan snorkeling di Pulau Bartolome, kali ini saya dibuat terbirit-birit ketika melihat beberapa iguana laut serempak berenang ke arah saya dan seolah berniat menyerang. Dalam bukunya On the Origin of Species, Darwin menuliskan bahwa ia melihat kawanan reptil yang bergerak canggung untuk mendeskripsikan iguana laut. Memang spesies reptil endemik perairan Galapagos ini bergerak dengan kikuk, namun begitu berada di dalam air, mereka akan berenang dengan sangat anggun dan dapat berada di kedalaman hingga sekitar sembilan meter.

 

Harus Ikut Tur 

Masuk ke Galapagos tidak dapat sembarangan dan setiap wisatawan harus menggunakan jasa operator resmi karena 95 persen wilayah yang terdiri 19 pulau vulkanik ini merupakan kawasan konservasi.

 

Hari pertama, saya diajak mengunjungi Lava Tunnel dan kawah kembar Los Gomelos, lalu ke penangkaran kura-kura raksasa di Rancho Primicias, sebelum di hari berikutnya snorkeling di Pulau Bartolome. Perjalanan di hari ketiga adalah ke Pulau Seymour Utara untuk melihat cikalang elok berdada merah, angsa batu kaki biru, camar ekor pendek, singa laut, iguana langka merah muda, serta spesies kaktus langka. Hari keempat adalah ke Tortuga Bay dan perjalanan akan ditutup dengan mengunjungi Charles Darwin Research Station.

 

Banyak Aturan

Sebagai kawasan konservasi, banyak aturan diterapkan bagi para pengunjung. Salah satunya tidak boleh keluar dari jalur jalan setapak yang ada. Sang pemandu akan berseru dengan suara lantang, setiap ada pengunjung yang selangkah saja keluar dari jalur. Saya kerap diteriaki karena terlalu terpukau dengan pemandangan sekitar sehingga tanpa sadar melewati jalur batas.

 

Aturan ketat tidak hanya ketika berada di pulau-pulau di Galapagos, namun sebelum masuk pun harus menulis surat perjanjian di Imigrasi untuk tidak membawa apa pun ketika keluar dari sana. Bila melanggar, tentu wisatawan harus berurusan dengan hukum. Upaya konservasi di Galapagos memang patut diacungi jempol. Sebelum pesawat mendarat, kabin disemprot dengan zat kimia khusus untuk memastikan penumpang tidak membawa spesies asing ke Galapagos. Begitu pun sebelum keluar bandara, bawaan kabin setiap penumpang kembali disemprot agar tak ada serangga atau tanaman tak dikenal yang masuk ke pulau. Ternak dan binatang peliharaan pun dibatasi jumlahnya agar tidak menganggu ekosistem.

 

Idealnya, Galapagos membutuhkan setidaknya 10 hari karena untuk penerbangan pulang-pergi saja sudah menghabiskan lebih dari empat hari sendiri. Untuk rute yang lebih sederhana, dari Jakarta dapat menuju Los Angeles atau New York, kemudian terbang ke Quito via Panama City dengan LATAM Airlines dan dilanjutkan tiga jam naik pesawat ke Puerto Ayorra di Pulau Santa Cruz, Galapagos.

 

Teks: Drazat Suwito, Pemenang Traveller of the Year 2015
Artikel lengkap dapat dibaca di majalah Panorama edisi Mei-Juni 2016.