TOP

Ke Laos Lewat Thailand

Provinsi Udon Thani di timur laut Thailand memang belum populer sebagai destinasi wisata, namun berada di kawasan Isan, Udon Thani ternyata memiliki sejumlah atraksi wisata dan ragam kuliner unik, selain merupakan pintu gerbang menuju Laos karena hanya dipisahkan oleh jembatan yang melingkar di atas Sungai Mekong.

05:00
Mengalahkan kantuk dan beranjak dari tempat tidur untuk menuju Nong Han Kumphawapi, atau yang cukup disebut Danau Nong Han, yang dipenuhi teratai merah muda (Nymphaea lotus). Ini merupakan atraksi utama di Udon Thani yang berlangsung November hingga Februari, dengan saat terbaiknya Januari hingga Februari. Badan pariwisata setempat berambisi menjadikan Danau Teratai Merah atau dalam bahasa setempat disebut Talay Bua Daeng seperti sakura di Jepang. Karena sakura tidak ada sepanjang tahun, maka kemekarannya ditunggu-tunggu dan bahkan sengaja dijual untuk mendatangkan devisa.

05:45
Malam sebelumnya memesan kotak berisi menu sarapan karena restoran hotel baru dibuka pukul 06:30. Staf hotel sepertinya sudah sering menerima permintaan serupa dari para tamu yang datang ke Udon Thani di musim teratai. Kotak sarapan yang terkemas rapi telah dititipkan staf restoran di Concierge, sehingga tinggal diambil sekaligus menunggu mobil menghampiri ke lobi hotel. Setelah check-out, sambil membawa semua bawaan, hari itu juga dijadwalkan akan sejenak meninggalkan Thailand untuk menuju Laos yang hanya dipisahkan Sungai Mekong.

06:30
Perjalanan naik mobil dari hotel di pusat kota ke Danau Nong Han ditempuh selama 30 menit ditemani bola matahari yang berangsur membulat di cakrawala. Walau mayoritas baru wisatawan domestik yang melihat hamparan teratai yang terapung di Danau Nong Han, namun disarankan berada di danau sepagi mungkin. Selain untuk menghindari keramaian dan terik matahari, teratai juga akan menguncup bila matahari sudah tinggi.

Baru dikembangkan sebagai tempat wisata tiga tahun lalu, namun pengelolaan danau ini telah sangat baik. Pengunjung tinggal datang ke loket untuk menyewa perahu. Setelah tiket di tangan, seorang staf lain akan menunjukkan perahu yang dapat dinaiki. Perahu pun sistemnya bergiliran, sehingga pengemudinya tidak perlu berebutan karena semua perahu pasti kebagian penumpang. Tiket wisata dihargai 500 baht untuk satu perahu dengan maksimal enam penumpang. Durasi pelayaran rata-rata satu jam, namun banyak juga yang minta berhenti lama di satu spot yang indah untuk berfoto dan menikmati keindahan yang mengingatkan akan lukisan karya Monet.

07:00
Selama 15 menit pertama, bunga teratai baru terlihat dalam jumlah sedikit, itu pun letaknya sporadis, sehingga tidak tampak bagai karpet merah muda. Namun kemudian, perlahan kapal memasuki area danau yang airnya tampak berwarna merah muda karena kerapatan teratai yang terapung di permukaan air. Kapal tidak dapat sembarangan melaju ke tengah hamparan teratai, melainkan hanya boleh di jalur air yang tidak ditumbuhi bunga, sehingga bila ingin memotret bunga dari dekat, disarankan membawa lensa tele. Sesekali tampak bangau dan burung air lainnya mencari makan di danau dengan mendaratkan cakar mereka di daun teratai yang lebar. Di tengah danau terdapat beberapa pulau kecil dengan wihara dan pagoda, yang biasanya disinggahi para turis yang ingin menumpang ke toilet atau sekadar menikmati kecantikan danau dari sisi yang berbeda.

08:30
Kapal merapat kembali ke dermaga dan perjalanan akan dilanjutkan ke Nong Khai, kota di perbatasan Thailand dan Laos, yang berjarak sekitar 95 kilometer dari Danau Nong Han. Menurut supir, jarak tersebut dapat ditempuh dalam 90 menit melewati jalan tol. Di Nong Khai terdapat Jembatan Persahabatan Thai-Lao yang melingkar di atas Sungai Mekong, di mana dari situ, ibu kota Laos Vientiane hanya berjarak 20 kilometer. Dibuka pada April 1994, jembatan yang pembangunannya didanai Pemerintah Australia tersebut merupakan jembatan pertama yang menghubungkan Thailand dan Laos dari bantaran Sungai Mekong.

10:00
Walau kota kecil, namun infrastruktur di Nong Khai telah sangat baik. Jalan-jalan beraspal halus dan lebar, selain banyak tersedia hotel bintang tiga dengan layanan yang memadai. Sejak dibukanya Jembatan Persahabatan Thai-Lao, kawasan perbatasan ini memang menjadi bagian penting dari roda perekonomian karena warga kedua negara dengan mudah menjalankan hubungan bisnis. Banyak warga Laos yang belanja di Thailand untuk kemudian dijual lagi. Belum lagi banyaknya wisatawan yang menuju Laos melalui Nong Khai, sehingga kawasan ini dapat dibilang cukup maju dari segi fasilitas dan infrastruktur.

10:15
Sebelum menuju Jembatan Persahabatan Thai-Lao diinstruksikan untuk turun dari kendaraan dan berganti kendaraan yang menggunakan plat nomor Laos. Berganti kendaraan ini dapat dilakukan di terminal bus dekat Imigrasi dengan biaya 20 baht per orang untuk bus umum atau minivan seharga 250 baht. Di Imigrasi perbatasan Thailand dan Laos, paspor diperiksa oleh petugas tanpa perlu mengisi formulir apa pun bagi warga ASEAN, selain tidak memerlukan biaya visa. Walau begitu, semua orang yang melewati perbatasan Thailand – Laos dikenakan custom fee point seharga 55 baht atau 12.000 kip, yang dapat dibayarkan dengan baht maupun kip. Di sekitar Imigrasi terdapat banyak tempat penukaran uang, namun berkunjung ke Laos, terutama Vientiane, baht juga dapat digunakan secara luas. Sebelum bertransaksi, sebaiknya tanyakan dulu kepada penjual apakah mereka menerima baht dan bersiaplah menerima uang kembalian dalam kip. Cari tahu juga kisaran nilai tukar baht terhadap kip agar mendapatkan gambaran nilai tukar yang diberikan sang penjual.

11:15
Setelah melewati Imigrasi, mobil melaju memasuki Vientiane dan berhenti di lahan parkir kompleks kuil Phat Tat Luang. Terdiri dari beberapa kuil, kuil terpenting di sini adalah yang berstupa emas setinggi 45 meter dan semakin kemilau di bawah terik matahari. Di dalam stupa emas yang bentuknya menyerupai kuncup teratai itu konon tersimpan tulang iga sang Buddha yang dibawa dari India oleh pasukan Kaisar Asoka.

Phat Tat Luang sendiri dibangun pada 1566 oleh Raja Setthathirat di atas reruntuhan kuil Hindu dari abad ketiga yang dibangun semasa pemerintahan Khmer. Ibu kota Laos sebelum Vientiane adalah Luang Prabang. Setelah menang melawan Burma, Raja Setthathirat memindahkan ibu kota Laos dari Luang Prabang ke Vientiane yang lebih strategis. Phat Tat Luang dibangun selama enam tahun sebagai bagian dari pembangunan ibu kota baru. Sang raja ingin agar stupa emas di ibu kota baru dapat menyaingi kemegahan stupa emas di Chiang Mai. Terdiri tiga lantai yang menyimbolkan kehidupan di underworld, bumi, dan nirwana, setiap Laos berperang dengan bangsa-bangsa yang ingin menginvasinya, Phat Tat Luang selalu menjadi incaran pertama untuk dijarah emasnya.

12:30
Matahari yang semakin menyengat menandakan jam telah bergeser lewat tengah hari, sehingga harus segera bersembunyi di dalam ruangan yang berpendingin ruangan sambil menyantap menu setempat. Nenek moyang orang Laos berasal dari Tiongkok dan karena letak Laos berdekatan dengan kawasan Isan di Thailand, maka masakan Laos merupakan perpaduan antara budaya kuliner Tiongkok, Isan, dan Prancis. Makanan pokok di Laos, misalnya, mirip dengan yang ada di kawasan Isan, yaitu ketan, bukan nasi. Warga Laos bahkan menyebut diri mereka sebagai luk khao niaow atau secara harfiah dapat diartikan sebagai keturunan ketan. Rata-rata cita rasa hidangan di Laos tergolong mild, tidak seekstrem di Thailand, di mana rasa pedas, asam, asin, dan manis tersaji dalam spektrum yang berimbang. Laos juga memiliki banyak hidangan kari, selain salad pepaya yang di Thailand disebut som tam, namun di Laos disebut tam mak hoong.

13:45
Setelah makan siang, menuju Kuil Sisaket (diucapkan sisaget) yang berlokasi tak jauh dari istana negara. Kuil yang dibangun pada 1818 oleh Raja Anouvong ini merupakan satu-satunya kuil yang masih utuh setelah Laos dikalahkan Siam (Thailand) pada 1828. Di halaman kuil ini terdapat pendopo yang memuat 6.840 patung Buddha dalam berbagai ukuran, bentuk, posisi, dan ekspresi. Sejumlah seniman lokal kini tengah merestorasi pendopo tersebut agar kembali tampil seperti kondisi aslinya, di mana dindingnya dilukis motif floral dalam warna-warna pastel. Dinding dan langit-langit ruangan utama kuil kuno ini digambari mural buatan tangan yang masih orisinil. Di puncak kejayaan Sisaket, banyak etnis dari sekitaran Laos berdatangan untuk menetap dan bahkan pada 1759, kawasan di sekitar kuil ini tak kalah metropolis dengan Ayutthaya. Di halaman kuil tampak pelukis setempat menjajakan karya-karya mereka yang bertema sang Buddha. Salah satu pelukis yang berdagang di sini bahkan sehari-hari berprofesi sebagai dosen seni lukis di universitas ternama di Vientiane.

15:00
Kalau Phat Tat Luang merupakan lambang negara Laos, maka Patuxai adalah lambang dari kota Vientiane. Secara harfiah, Patuxai berarti gerbang kemenangan, karena gerbang yang mirip Arc de Triomphe di Paris ini adalah simbol perjuangan Laos melawan penjajahan Prancis selama lebih dari satu abad, hingga akhirnya merdeka pada 1949. Dibangun pada 1957 dengan menggunakan dana dari Amerika Serikat yang seharusnya untuk membangun bandara, bangunan yang menggabungkan arsitektur Laos dan Eropa ini sebenarnya belum selesai karena kondisi perekonomian Laos yang belum stabil. Walau begitu, monumen yang berhiaskan tokohtokoh mitologi Buddha ini sudah seperti bangunan sempurna dan kini menjadi atraksi wisata utama di Vientiane. Pengunjung juga dapat naik ke puncak menara Patuxai untuk menikmati panorama pusat kota Vientiane dari ketinggian dengan terlebih dahulu membayar 3.000 kip. Sayangnya interior Patuxai dipenuhi penjaja suvenir, selain ruangan-ruangannya sendiri pengap dan kotor, dengan graffiti di sana-sini.

16:30
Kembali ke Nong Khai dengan menyeberangi Jembatan Persahabatan Thai-Lao, sambil menunggu waktu makan, mobil bertolak ke Pasar Sadet. Berlokasi di tepi Sungai Mekong, pasar ini banyak menjual produk dari kawasan Indochina dan Eropa Timur. Pasar tradisional ini memang serba ada, sehingga merupakan alternatif untuk berbelanja oleh-oleh. Selain aneka pakaian dari kain etnik setempat beserta aksesorinya, terdapat juga makanan, sepatu, tas, perlengkapan dapur, peralatan makan, dan masih banyak lagi. Bila kekurangan baht, di dalam pasar pun tersedia layanan penukaran uang. Buka setiap hari pukul 07:00 hingga 18:30, tak jauh dari pasar ini terdapat check point untuk memudahkan warga Thailand dan Laos berbisnis, karena mereka dapat langsung naik perahu ke seberang sungai yang sudah merupakan kawasan Laos, tanpa harus pergi ke Imigrasi di ujung Jembatan Persahabatan Thai-Laos.

18:00
Karena belanjaan cukup banyak, maka diputuskan untuk terlebih dahulu check-in di hotel untuk meletakkan barang, mandi, serta berganti pakaian. Teriknya matari sepanjang hari tadi telah membuat tubuh lengket karena keringat.

19:30
Makan malam di sebuah restoran di tepi sungai Mekong yang menyajikan aneka hidangan Isan. Terletak berdekatan dengan Laos di utara dan timur, Kamboja di selatan, dan Thailand di barat, 21 persen penduduk Thailand berasal dari Isan, sehingga Isan pun ikut menyumbangkan kekayaan kuliner bagi Thailand. Salah satunya salad pepaya atau som tam yang telah dikenal luas oleh masyarakat dunia ternyata berasal dari Isan. Dibelah Sungai Mekong, maka berbagai masakannya pun memanfaatkan ikan-ikan sungai, dengan metode memasak yang paling umum adalah dibaluri garam tebal dan dibakar perlahan di atas bara untuk menjaga kelembapan alami daging ikan. Masyarakat Isan menyantap berbagai hidangan dengan ketan, bukan nasi, dan rata-rata masakan dari kawasan ini pedas, selain penggunaan kecap ikan yang dominan dan rasa asam yang menggigit.

22:00
Kembali ke hotel untuk beristirahat setelah hari yang panjang dan penuh petualangan. Dari Nong Khai, Vientiane dapat dikunjungi hanya dengan perjalanan satu hari, sehingga agenda tersebut dapat ditambahkan bagi yang ingin menjelajahi kawasan Thailand yang belum terlalu ramai turis dengan bonus dapat sekaligus ke Laos.

HOW TO GET THERE
Udon Thani dapat diakses dari Bangkok setiap hari dengan berbagai penerbangan domestik, seperti Thai Airways, selama satu jam. Sedangkan untuk menuju Nong Khai yang merupakan kota perbatasan dengan Laos, dari pusat kota Udon Thani dapat ditempuh selama satu jam lewat jalan tol.

HOTEL
Udon Thani:
Centara Hotel & Convention Center Udon Thani
The Pannarai Hotel
Nong Khai:
Royal Nakhara Hotel and Convention Centre Nongkhai
Crystal Nong Khai Hotel

Teks: Fransiska Anggraini
Tulisan ini sudah tayang di majalah Get Lost edisi Mei-Juni 2017