TOP

Menikmati Kuliner Nikkei di Henshin

Setelah penantian panjang, The Westin Jakarta akhirnya membuka restoran terbarunya, Henshin, yang berada di tiga lantai teratas dari gedung tertinggi di Jakarta. Beroperasi mulai akhir Juli 2017, bar modern dan restoran fine dining ini tak hanya menampilkan panorama cantik dari ketinggian, namun juga menyuguhkan pengalaman baru bagi penyuka kuliner.

Pengalaman unik di Hensin berawal dari saat tamu mengakses restoran ini dari lobi The Westin Jakarta. Mereka akan dibawa melalui pintu rahasia yang desainnya menyerupai dinding di kedua sisinya, kemudian melewati lorong hingga tiba di lift yang bakal mengantar mereka ke lantai 67. Henshin sendiri terdiri tiga lantai, yakni bar di lantai 67 dengan dekorasi lantai keramik yang penuh warna serta batu alam yang menghiasi area bar, restoran fine dining di lantai 68 dengan konsep dapur terbuka, serta dua ruang privat di lantai 69 bagi yang ingin menggelar acara gathering maupun perusahaan.

Lahirnya Nikkei

Menu yang tersaji di Henshin adalah hidangan Nikkei yang khas. Menurut Hajime Kasuga, Executive Chef Henshin, “nikkei” dalam bahasa Jepang berarti “lahir di luar Jepang”. “Hal ini bisa merujuk kepada saya sebagai seorang Nikkei Peru, karena keturunan Jepang namun lahir di Peru, maupun merujuk kepada makanan yang saya tawarkan di restoran ini, yakni menu khas Jepang namun dikreasikan kembali dengan cita rasa Peru,” jelasnya.

Orang-orang Jepang sendiri mulai datang ke Peru pada akhir 1800-an ketika tersiar kabar kalau ada negara tersebut bagai ladang emas dengan iklim yang baik dan tanah yang subur untuk bertani. “Awal lahirnya Nikkei ini karena imigran Jepang melihat penduduk setempat yang tak terbiasa mengonsumsi seafood mentah. Mereka bahkan menganggap kerang dan tuna sebagai makanan orang miskin,” kata Hajime. “Orang-orang Jepang kemudian menjadikan bahan makanan laut tersebut sebagai tiraditos (sashimi dengan saus dan rempah-rempah), pulpo al olivo (gurita dalam saus olive yang creamy), dan ceviche yang teknik memasaknya berbeda dengan ceviche tradisional, yakni hanya direndam beberapa menit dalam perasan jeruk nipis lalu segera disajikan.”

Karena bahan yang tersedia terbatas, orang Jepang di Peru pun kemudian menciptakan paduan bumbu dan saus yang unik. Leche de tigre atau tiger’s milk, misalnya, merupakan perasan jeruk nipis yang dipadukan dengan ají (saus pedas khas Peru) dan digunakan untuk merendam seafood saat membuat ceviche.

Uniknya, rasa makanan ini tak jauh berbeda dengan masakan Indonesia yang kaya rasa. La Causa, misalnya, merupakan bola-bola kentang goreng isi udang dengan paduan saus pedas dan asam. Lalu untuk sushi, ada Lomito yang terdiri daging tenderloin, zucchini, lada merah, asparagus, chimichurri, dan bawang putih goreng, serta Acebichado yang merupakan versi Peru dari California Roll, di mana sushinya diisi udang goreng dan avokad, kemudian bagian luarnya diberi tuna dan tiger’s milk.

Bila datang bersama teman-teman terdekat, bisa memesan Hajime Platter 7 yang merupakan sashimi pilihan chef di hari tersebut. Sementara bagi yang tak cukup hanya menikmati sushi dan sashimi, cobalah sejumlah menu starter-nya, seperti Arroz Con Pato yang merupakan potongan bebek panggang dengan nasi ketumbar. Rasa nasinya tidak dominan, namun melengkapi rasa manis pada potongan labu, pedas pada cabai, dan asin pada daging bebeknya yang sangat empuk karena dimasak dengan metode slow cooked. Meski dinamai menu starter, porsinya cukup mengenyangkan untuk dinikmati sendiri.

Untuk menikmati makan malam di restorannya, tamu mesti reservasi dulu karena kapasitas kursi yang terbatas. Sementara bagi yang ingin menuju barnya yang menawarkan aneka koktail dan anggur – terutama menjelang sunset untuk menyaksikan matahari terbenam dan melihat awan yang menyelimuti kota – menu di restoran bisa dipesan untuk dinikmati di ruangan outdoor maupun indoor-nya.

Jam operasional
Bar (Lantai 67): 17:00 – 01:00 (Jumat dan Sabtu hingga pukul 02:00)
Restoran (Lantai 68 dan 69): 18:00 – 23:00 (Jumat dan Sabtu hingga pukul 24:00)