TOP

Aurora di Kola Peninsula

Prediksi dan harapan adalah kata-kata yang harus ditinggalkan jauh-jauh bila berniat menunggu Aurora Borealis. Sekalipun menunggunya di salah satu tempat terpencil di bumi. Tak ada prediksi yang dapat menjamin kehadirannya dan tak cukup dengan berharap untuk menyaksikan kemunculannya.

Kola Peninsula tadinya tidak ada dalam agenda perjalanan ke Rusia karena saya lebih tertarik melihat keindahan Danau Baikal, danau purba yang terdalam di dunia. Namun karena perjalanan dari Moskow naik kereta memakan waktu 80 jam dan hanya buang-buang waktu, akhirnya saya mencari destinasi yang lebih mudah diakses.

Kola Peninsula terletak di ujung barat laut Russia dan hampir sepenuhnya berada di dalam lingkar kutub utara atau yang kadang disebut juga dengan Laplandia, yang juga mencakup Norwegia, Swedia, dan Finlandia bagian utara. Sebagian besar semenanjung ini merupakan teritori Murmansk Oblast dengan ibu kota Murmansk.

 

Diawali Debaran Jantung

Pagi itu saya sudah harus berada di bandara Shremetyevo Moscow pukul 05:0 untuk mengejar pesawat menuju Murmansk naik maskapai Aeroflot yang dijadwalkan berangkat pukul 07.20. Penerbangan dari Moscow menuju Murmansk menyita waktu dua setengah jam. Ketika pesawat menyentuh landasan di bandara Murmansk, melihat keluar jendela, daratan tampak tertutup salju, termasuk landasan yang sedang didekati pesawat yang telah mengeluarkan rodanya. Diam-diam saya panik – namun ternyata saya tidak sendiri karena seluruh penumpang pun merasakan hal yang sama – karena takut pesawat akan tergelincir bila pilot kurang lihai atau bila tiupan angin lebih kencang.

Ketika sedang mengantre bagasi, tiba-tiba teman seperjalanan saya didekati petugas tak berseragam dan diminta untuk menunjukkan dokumen perjalanan. Mungkin sang petugas itu curiga karena tak banyak turis, terlebih turis berwajah Asia yang berkunjung ke kota yang sudah dekat Kutub Utara itu. Karena merasa ada yang tidak beres, saya menelpon pemandu setempat bernama Oleg yang sudah menunggu di area Kedatangan untuk menghampiri kami sekaligus bernegosiasi dengan petugas yang bahasa Inggrisnya pun terpatah-patah itu. Setelah perdebatan alot, entah apa yang pemandu kami dan sang petugas bicarakan, namun kemudian kami digiring ke kantor imigrasi yang ada di bandara tersebut.

Setelah urusan legalitas dokumen selesai, untuk mengembalikan semangat kami yang menurun karena urusan birokrasi, kami pun segera mencari tempat untuk makan siang dan sesudahnya menuju hotel tempat menginap selama dua malam di Murmansk. Sebenarnya operator yang kami gunakan di email telah mewanti-wanti tentang pengecekan dokumen perjalanan secara acak bagi para turis, namun kami tidak menyangka akan memakan waktu selama itu, bahkan sampai harus mendaftar ulang di kantor imigrasi, padahal kami terbang dengan pesawat domestik dan paspor kami telah dicap oleh Imigrasi di Moskow.

2

Mengejar Aurora Borealis

Aurora Borealis sendiri adalah semburat cahaya di langit di tempat-tempat yang angka lintangnya tinggi dan terjadi karena pancaran matahari yang ‘bertabrakan’ dengan medan magnetik bumi. Reaksi antara keduanya menciptakan warna-warni Aurora yang berbeda-beda, tergantung ketinggian. Cahaya Aurora biasanya berpendar dalam warna kemerahan di dataran tinggi dan semakin rendah, warnanya akan berubah menjadi hijau dan biru. Bentuk aurora pun bervariasi, ada yang berbentuk tirai, setengah lingkaran, pita, atau gelombang. Nama Aurora Borealis diberikan oleh astronom ternama, Galileo Galilei, yang diambil dari nama Aurora yang merupakan Dewi Pagi versi Romawi dan Boreas, Dewa Angin Utara versi Yunani.

Kami pun memulai pemburuan Aurora Borealis dengan naik mobil menembus dinginnya malam. Di musim-musim Aurora, fenomena alam itu memang dapat terlihat dari Murmansk, namun berhubung untuk dapat melihat Aurora Borealis diperlukan langit yang gelap dan bersih, maka agar kans melihatnya lebih besar, maka harus beranjak ke luar kota yang jauh dari hunian.

3

Sesampainya di luar kota, di tengah dataran bersalju yang gelap, kami menunggu Aurora dalam mobil. Udara tetap dingin walau mobil telah dilengkapi penghangat dan kami telah mengenakan pakaian thermal yang berlapis-lapis. Entah minus berapa di luar sana dan entah apakah kami tahan beranjak keluar mobil begitu Aura Borealis yang ditunggu-tunggu akhirnya muncul. Kasihan melihat kita kedinginan, Oleg pun menyodorkan minuman khas Murmansk berupa cloudberry (buah khas yang tumbuh di daerah dingin dengan buah mirip rasberi) yang difermentasi.

Empat jam sudah kami menunggu Aurora Borealis, sebelum kemudian di langit muncul samar-samar cahaya hijau kebiruan.  Kami langsung menghambur keluar mobil untuk menunggu cahaya tersebut hadir lebih nyata. Untuk mengalihkan pikiran dari dingin yang menusuk tulang, saya mulai mengoperasikan kamera. Beberapa belas menit kemudian, Aurora masih saja tampil samar-samar, sementara kami mulai tidak kuat dengan angina yang ketika itu terasa makin kencang. Oleg menginstruksikan kami masuk kembali ke mobil dan mengusulkan untuk berkendara lebih jauh agar menemukan tempat yang lebih sepi dan lebih gelap agar Aurora dapat lebih jelas terlihat. Namun karena kedinginan dan mengantuk, kami meminta untuk kembali ke hotel dan mengejar Aurora di lain waktu. Ketika itu pukul 01:00 dan sayangnya tidak ada lain kali bagi kami karena keesokan harinya harus berpindah ke kota lain.

 

Teks dan foto: Jamal Ramadhan