TOP

Granada, di mana Langit Berkilau

 

Seorang mantan presiden Amerika Serikat menyebutkan  bahwa Albayzin yang menampakkan kemegahan Istana Alhambra merupakan salah satu tempat terbaik di dunia untuk terpaku mengagumi langit senja yang kemerahan

Saya mengawali perjalanan di Albayzin, distrik tertua di Granada, dari Plaza Nueva untuk mengarah ke Plaza San Mirador yang memiliki banyak pedagang bunga segar, selain deretan toko yang menjual berbagai aksesori dan kostum penari flamenco, berhubung kesenian ini memang berasal dari Andalusia. Sejumlah pengunjung tampak berseliweran di sekitar saya, sementara yang lain bersantai di sejumlah tempat duduk yang memang disediakan di sini bagi yang ingin menikmati suasana. Granada memang terlihat lebih hidup di sore hari karena warga Spanyol memiliki kebiasaan tidur siang (siesta), sehingga selepas makan siang, biasanya lebih sepi dan banyak toko maupun restoran tutup. Keadaan baru akan kembali normal selepas pukul 16:00.

2

Mengintip carmen
Berjalan-jalan di Albayzin sangatlah menyenangkan, karena tak hanya udaranya sejuk khas daerah pegunungan, namun banyak rumah tradisional Andalusia bernama carmen yang dapat dinikmati. Berdinding tinggi dan terbuat dari batu alam, ciri khas carmen adalah keberadaan taman mungil (courtyard) dengan kolam air mancur di tengahnya. Beberapa rumah pun dihiasi tanaman bunga rambat, di mana di musim semi, berbagai bunga di taman ini akan berlomba-lomba mekar. Pot-pot bunga yang berjajar di balkon jendela atau sekadar diletakkan di lantai atau anak-anak tangga pun ikut mempercantik wajah carmen. Lokasinya di ujung selatan benua Eropa membuat Andalusia  lebih hangat sepanjang tahun dibandingkan tempat-tempat lain di Eropa. Keberadaan taman di tengah carmen berfungsi meneduhkan rumah, terutama di musim panas yang suhunya dapat  melejit cukup ekstrim.
Ketika sedang asyik mengagumi keindahan salah satu carmen, saya disapa oleh seorang laki-laki paruh baya yang langsung menebak, “Indonesia?” Saya mengangguk dengan wajah bingung. Dari beberapa negara Eropa yang  pernah saya datangi, baru kali ini ada yang menebak dengan benar asal negara saya. Rupanya gaya berjilbab sayalah yang membuatnya menebak demikian. Menurut sang bapak, gaya berjilbab Indonesia biasanya lebih bervariasi, menarik, dan berani bereksperimen. Obrolan pun berlanjut, karena orang Spanyol memang terkenal ramah. Kalau tidak pamit untuk beranjak, mungkin saya dapat diajak mengobrol berjam-jam. Sebelum berpisah, ia menyarankan saya untuk mengunjungi Mezquita Mayor de Granada di ujung jalan Espaldas de San Nicolas.
Sambil mengudap tapas, saya mengamati perempuan gipsi di meja sebelah. Menurut salah satu staf restoran yang ramah dan menyempatkan mengobrol dengan saya, kaum gipsi memang banyak yang menetap di Granada, terutama di kawasan Sacromonte, yaitu daerah perbukitan tak jauh dari Albayzin.
Ketika sedang melihat-lihat suvenir khas Andalusia, saya kembali disapa oleh penduduk setempat bernama Rashid. Rupanya pria ramah ini adalah penjaga masjid Mezquita Mayor de Granada, dan berhubung saya belum pernah ke sana, ia menawarkan untuk mengantar saya ke masjid cantik yang tak jauh dari Mirador San Nicolas.
Setelah membayar belanjaan, saya pun mengikuti langkah Rashid sembari mendengarkannya bercerita. Pada 1200-an, Kerajaan Granada merupakan satu-satunya kerajaan Islam yang tersisa di Eropa yang berhasil menghindarkan diri dari penaklukkan oleh kerajaan Kristen. Setelah Cordoba jatuh, Granada menyepakati perjanjian dengan Kerajaan Castile, salah satu kerajaan Kristen terkuat di Eropa, untuk membayar upeti emas setiap tahun agar Castile menjamin kebebasan urusan dalam negeri Granada dan melindungi dari berbagai ancaman invasi.
langit senja
Meninggalkan masjid, terdengar keriuhan dari arah Mirador de San Nicolas. Plaza atau alun-alun kecil di puncak bukit di ujung jalan Callejón de San Cecilio ini merupakan lookout point terpopuler di Granada. Dari sini, panorama yang tersaji adalah istana musim panas Generalife, benteng dan istana Alhambra yang megah, lembah hijau Darro, serta Pegunungan Sierra Nevada di kejauhan yang puncaknya berselimutkan salju.
Saya pun ikut duduk di alun-alun ini sambil menatap kemegahan Istana Alhambra yang tampak semakin memerah ditimpa matahari sore yang keemasan. Mirador de San Nicolas jauh lebih ramai dibandingkan tempat-tempat lain yang saya susuri di Albayzin sepanjang siang tadi. Musisi jalanan dengan gitar Spanyolnya pun terdengar memainkan lagu-lagu populer, sementara sejumlah penjual suvenir sibuk menawarkan dagangan mereka kepada turis yang melintas.
Taman di sekitar Istana Alhambra pun dirancang agar semirip mungkin dengan hutan dengan bunga liar yang sengaja dibiarkan tumbuh, selain bangsa Moor kemudian menambahkan mawar, pohon jeruk, murad (myrtle), dan Duke of Wellington dari Inggris menghadiahkan pohon ek agar taman istana semakin asri. Tak heran banyak pejalan yang menyarankan untuk menghabiskan setidaknya tiga atau empat jam di istana ini karena duduk-duduk di tamannya saja membuat tak ingin ke mana-mana lagi. Memang sulit beranjak meninggalkan Granada.
Teks: Sari Rachmawati
Artikel lengkap dapat dibaca di majalah Panorama edisi Mei-Juni 2016