TOP

London Selepas Petang

 

 

Teks dan foto: RR Ukirsari Manggalani

Begitu matahari menghilang,  aura misterius meruap lewat lorong-lorong jalanan ibu kota Britania Raya. Tanpa bantuan penerang, bulu kuduk pun meremang ketika mengingat kisah Jack the Ripper.

Begitu banyak teori diluncurkan tentang Jack the Ripper. Ada yang memperkirakan si pelaku  lebih dari satu, dengan kemungkinan berlatar belakang ahli bedah atau ahli kandungan, dan bahkan  jagal ternak—karena melihat “karyanya” atas tubuh korban. Ada juga pendapat yang percaya bahwa Jack the Ripper sebenarnya  perempuan, berhubung profesi bidan saat itu memungkinkan si pembunuh tetap bisa melenggang santai dengan  busana terpercik darah dengan alibi baru selesai membantu persalinan. Sampai sekarang, profil Jack the Ripper yang sebenarnya tak pernah terungkap. Ia tetap menjadi sosok misterius yang menyisakan penasaran di berbagai kalangan. Saking misteriusnya, para operator tur pun berlomba-lomba melacak jejak Jack the Ripper dengan berbagai paket wisata yang ditawarkan.

Dengan biaya sekitar tujuh sampai 10 Poundsterling atau maksimal sekitar Rp 200.000 untuk satu orang, peminat bakal diajak mengunjungi situs-situs orisinal di mana Jack the Ripper melakukan aksinya. Tur ini berdurasi dua jam, dimulai setelah matahari surut ke barat. Bila merasa penakut, pilihlah yang berlangsung saat musim panas, di mana sinar matahari masih terang hingga pukul 21.00, selain beberapa operator juga ada yang menawarkan tur seusai makan siang.

Menjelang petang, kami berjalan ke stasiun tube Aldgate East, meeting point untuk peserta Jack the Ripper Walk in London. Sejatinya, kami bisa saja bergabung dengan kelompok serupa yang memulai perjalanan dari stasiun tube Tower Hill. Tetapi, salah satu tetangga kami berbagi pengalaman, bahwa nilai orisinalitas lebih terasakan, bila kami mengambil titik keberangkatan dari Aldgate East.

Perjalanan yang Mencekam

Sebelum tur dimulai, pemandu memperingatkan beberapa hal penting, seperti tidak membuat kegaduhan, menjaga langkah, sampai tidak membuang sampah sembarangan. Jamie sang pemandu juga menambahkan bahwa beberapa kondisi lokasi sudah berubah seiring zaman. “Suasana lorong-lorong berselimutkan kabut sudah jarang, tetapi kegelapan masih bertengger di sana,” ungkapnya.

 

Pendar lampu-lampu kota London terasa mulai berkurang seiring langkah kami menyusur beberapa ruas sempit di kawasan Whitechapel. Meski kini diapit beberapa bangunan modern, tetap saja lorong-lorong ini menghadirkan  kesan suram. Ketika kami melewati gedung-gedung tua, termasuk tempat tinggal para korban dan pub tempat mereka menunggu tamu, operator menembakkan projector sehingga tercipta visualisasi suasana tempat yang kami lewati tersebut di masa lampau. Yang paling membuat perasaan saya tercekat adalah saat projector menunjukkan kondisi mengenaskan dari para korban Jack the Ripper, yang dicekik kemudian tenggorokannya dilukai dan tiga di antara kelima korban, organ tubuhnya dikeluarkan. Beberapa pengunjung terpekik ngeri, bahkan ada yang sampai mengumpat.

Setelah mendatangi situs-situs yang membangkitkan bulu kuduk, tibalah kami di Hanbury Street yang menawarkan pemandangan damai dari gereja Christ Church. Tetapi sesudah itu, kembali kami menjelajah dua lokasi pembunuhan ganda. Disebut demikian karena kedua korban ditemukan pada saat berdekatan, seorang di Dutfield’s Yard, tidak jauh dari Berner Street—yang kini sudah dibangun menjadi gedung sekolah—dan seorang lagi di sudut Mitre Square.

Berdasarkan bukti-bukti yang telah dikumpulkan, para detektif di Scotland Yard mendeskripsikan bahwa Jack the Ripper adalah laki-laki berusia antara 25 – 35 tahun dengan tinggi sedang dan postur tubuh agak gempal – karena dibutuhkan tenaga yang besar untuk mencekik para korban dengan tangan kosong dan tinggi tubuhnya yang sedang membuatnya dapat mengendap-endap di belakang korban tanpa terlihat.

“Dengan selesainya kita meninjau situs terakhir, lengkap sudah kunjungan Anda di tujuh situs orisinal, yaitu Osborn Street, George Yard, Dorset Street, Hanbury Street, Buck’s Row, Berner Street, serta Mitre Square,” tukasnya. “Semoga acara jalan kaki kita meninggalkan kesan dan informatif, sekaligus  mungkin Anda dapat ikut memecahkan teka-teki pembunuh misterius ini!”

 

Selengkapnya bisa dibaca di Majalah Panorama edisi Januari-Februari 2015.