Selalu Ada Hati untuk Khanom Thai
Perjalanan ke Chiang Mai dan Chiang Rai meyakinkan bahwa ketan mangga bagai puncak gunung es, karena ternyata masih banyak penganan manis di Thailand yang harus dicicipi tanpa dapat mengucapkan atau mengingat nama-namanya.
Segera setelah keluar dari Bandara Chiang Mai, saya beserta tiga wartawan lain yang datang untuk menghadiri Thailand Travel Mart+ 2016 menuju restoran terdekat untuk makan malam. Kami kalap melahap semua hidangan yang tersaji di depan mata, mulai dari pad thai, khoi soi (kari ayam), hingga aneka sayuran yang entah apa namanya.
“Pastikan menyisakan ruang di perut untuk khanom thai, karena kita akan mencarinya di pasar malam,” kata Jack, pemandu kami selama di Thailand. Kami sempat termenung sebentar, sebelum Jack menjelaskan kalau khanom thai adalah sebutan untuk dessert dalam bahasa Thailand. “Selain merupakan lokasi favorit untuk berbelanja, Chiang Mai Night Bazaar adalah tempat terbaik untuk berwisata kuliner,” ujar Jack menambahkan saat kami sudah berada di dalam mobil.
Ternyata hanya butuh setengah jam berkendara untuk sampai di pasar malam yang tadi disebut Jack. Tampak mencolok dengan billboard besar bertuliskan “Chiang Mai Night Bazaar”, sepanjang jalan utama Chang Klan Road ini dipenuhi deretan kios dan pedagang kaki lima yang menjajakan gantungan kunci, tas, baju, kerajinan tangan, lampu hias, DVD, hingga pernak-pernik lainnya. Berhubung sudah pukul 21:00, kami hanya diberi waktu kurang dari dua jam untuk menyusuri pasar yang luas ini sebelum menuju hotel untuk beristirahat.
Si Merah Delima
Usai menyusuri lorong demi lorong di Anusarn Market, tibalah saya di area khusus makanan. Dipenuhi deretan restoran seafood, saya memutuskan untuk singgah di salah satunya yang cukup ramai. Yang membuat saya tertarik ke tempat tersebut bukan karena ukuran restoran yang terbilang lebih besar dibandingkan tetangganya, dan bukan pula karena billboard di atasnya yang bertuliskan “The Best Seafood in Town”, namun karena pada daftar menu tertera hidangan penutup yang difavoritkan Jack.
Dalam bahasa Thailand, dessert ini dinamai thapthim krop – atau biji delima, bila diterjemahkan secara harfiah. “Disebut demikian karena awalnya berbentuk segiempat seukuran biji delima serta berwarna merah menyala. Seiring perkembangan, banyak juga yang menyajikan dessert tersebut dalam warna lain,” jelasnya.
Disajikan dalam mangkuk berisi kuah santan dan es batu, dessert yang terbuat dari water chesnut ini memiliki tekstur unik saat digigit, yakni kenyal di bagian luar, namun renyah dan segar di bagian tengahnya. Menurut Dany si pelayan restoran, tekstur renyah itu didapat karena water chesnut dilumuri tepung kanji sebelum direbus, lalu disajikan dalam keadaan dingin agar teksur tetap terjaga saat disantap.
Khanom Thai
Sekembalinya ke mobil, saya menceritakan pengalaman saya kepada Jack saat mencicipi hidangan penutup favoritnya. Ia tampak senang, lalu menjelaskan kalau khanom thai dari utara Thailand, seperti Chiang Mai dan Chiang Rai, memang jenisnya tak terlalu banyak. “Penduduk di sini lebih banyak menghidangkan aneka buah sebagai hidangan penutup,” katanya.
Selain berupa buah yang dipotong-potong kecil atau diukir, khanom thai yang disajikan untuk acara khusus biasanya dibuat dari buah yang dicampur dengan tepung terigu atau beras ketan, lalu diberi pemanis dari gula, sirup, susu kental cokelat, atau es krim. Beberapa di antaranya ada juga yang dibungkus dengan daun pisang.
Menurut Jack, rata-rata hidangan di Thailand memang selalu didominasi buah atau sayur yang menyehatkan, sehingga ada anggapan umum bahwa olahraga nasional di Thailand adalah makan, bukannya muay thai. “Walau suka makan, semua yang saya santap sehat!” seloroh Jack.
Teks: Rai Rahman Indra
Artikel selengkapnya dapat dibaca di majalah Panorama edisi Juli-Agustus 2016