TOP

5 Kampung Adat Menarik di Sumba

Sumba tak seputar pantai eksotis, air terjun yang tersembunyi, padang rumput yang memukau, tapi juga menuai pujian melalui sejumlah desa adat yang sayang untuk dilewati. Berikut ini lima kampung adat di Sumba yang layak untuk dikunjungi sekaligus menikmati jejak-jejak sejarah dan budaya megalitik.

1. Kampung Ratenggaro

Semula kampung ini berada di Pantai Ratenggaro yang menghadap Samudra Hindia, namun karena keganasan ombak yang mengakibatkan abrasi, kampung ini terpaksa dipindahkan. Posisi Ratenggaro kini berjarak 200 meter dari posisi awal, tanpa mengubah pola hidup masyarakatnya secara signifikan. Warga Ratenggaro masih mempertahankan keaslian rumahnya yang berbentuk menara, yang dibangun menggunakan material alami. Keunikan lain dari kampung ini adalah kuburan batu yang dibangun menghadap laut, dikisahkan bahwa para leluhur sengaja menarik batu tersebu melewati muara di sekitar lokasi. Di tengah jalan, mereka ragu akan berhasil membawanya, entah karena keajaiban, mereka akhirnya berhasil membawa batu-batu tersebut yang kemudian dibentuk seperti yang bisa dilihat pengunjung saat mengunjungi Ratenggaro. Masyarakatnya pun masih mempratikkan tradisi Marapu, yaitu ritual pemujaan kepada leluhur yang dilakukan dengan mengunjungi kuburan nenek moyang setiap sore.

2. Kampung Wainyapu

Merupakan salah satu desa tertua di Sumba, Kampung Wainyapu yang berlokasi di Kecamatan Kodi ini dapat ditempuh dari Tambolaka dengan berkendara selama satu jam, melewati Pantai Wainyapu yang terkenal sebagai tempat bermain selancar. Kampung Wainyapu ikonik dengan 60 uma kalada (rumah beratap rumbia yang menjulang) yang terpelihara baik, juga terdapat 1.058 kuburan batu peninggalan zaman megalitik. Kampung ini dikenal akan pembuatan rumah adat dan penarikan batu kubur, tapi ritual pasola yang kerap menarik wisatawan untuk berkunjung ke sini. Terdiri dari dua tim, yang masing-masing beranggotakan 100 orang yang saling melemparkan tombak tumpul dari atas kuda yang berlari kencang, pertandingan berdarah ini merupakan bentuk persembahan kepada para dewa agar diberi panen yang melimpah. Dalam perang ini, peserta dan kuda yang jatuh tidak boleh diserang namun setiap darah yang keluar diyakini dapat menyuburkan tanah dan bermanfaat bagi panen berikutnya.

3. Kampung Mbuku Dani

Setiap tahun, ketua adat melakukan ritual Marapu untuk menetapkan pelaksanaan Pasola, tradisi rutin yang biasa berlangsung sekitar Februari hingga Maret. Setelah penentuan waktu pelaksanaan, informasi ini akan diteruskan pada Kampung Tossi yang diberi kuasa untuk mengumumkannya pada khalayak. Sebagai tuan rumah penyelenggaraan Pasola, Kampung Mbuku Dani juga menjadi sentralisasi pelaksanaan sebelum Pasola berlangsung, seperti Nyale (tradisi berburu cacing laut), nyanyian berpantun, dan permainan rakyat. Kampung yang berada di tepi Pantai Bondo Kawango yang berjarak sekitar 43 kilometer dari Tambolaka ini juga memiliki 31 uma kalada, 83 kubur batu, dan barang-barang peninggalan kuno, seperti pistol dari emas, kain kuno, peti besi, bebek emas, guci, hingga gendang dari kulit manusia.

4. Kampung Tossi

Kampung ini dianugerahi mata air Wai Marunga yang menjadi sumber kehidupan warga kampung, yang juga dipercaya bahwa air tersebut dapat menyembuhkan penyakit. Mengenai nama kampung ini terdiri dari kata “to” yang berarti orang dan “ssi” yang berarti laki-laki, di mana nama ini berasal dariseorang laki-laki yang pertama kali menghuni kampung ini dan diberi nama Tossi. Kampung Tossi kerap menjadi tuan rumah perayaan Pasola, bersama dengan Kampung Mbuku Bani. Kampung ini diberikan kuasa untuk menyampaikan pengumuman kepada khalayak mengenai jadwal Pasial yang telah ditentukan dari Kampung Mbuku Bani. Pengunjung Kampung Tossi dapat melihat 52 uma kalada dan 80 kubur batu tua, serta benda-benda peninggalan nenek moyang, seperti peralatan tenun tradisional yang masih digunakan.

5. Kampung Paronambaroro

Berdiri pada abad 17, Kampung Paronambaroro merupakan tempat berlangsungnya Pasola melawan warga dari Kampung Waindimu yang memiliki hubungan kekerabatan erat. Sama seperti desa-desa adat lainnya di Sumba, Paronambaroro jua memiliki uma kalada, di mana bangunan yang asli terdapat di tengah kampung, juga terdapat sejumlah kuburan batu. Kampung ini terbilang cukup mudah untuk diakses dari Tambolaka yang berjarak sekitar 42 kilomter dan sudah akses jalan yang sudah beraspal.