Mural dalam Lembar Busana
Eko Nugroho menebar senyum sumringahnya sore itu. Sejumlah sosialita Jakarta yang menggandrungi karyanya seolah tanpa henti mengajak foto bersama menggunakan telepon seluler. “Saya tampak kikuk, ya,” ujarnya lugas saat ditemui di lantai dua Galeries Lafayette Pacific Place, Jakarta, awal Februari lalu. Hari itu, seniman rupa asal Yogyakarta tersebut hadir untuk peluncuran perdana hasil karya kolaborasinya bersama label fashion Major Minor untuk koleksi Spring/Summer 2016 bertajuk Signature, yang pernah dipamerkan khusus di Galeri Salihara Jakarta pada Oktober hingga Desember 2015.
Terjun ke dunia fashion adalah hal baru baginya, berhubung seniman jalanan asal Yogyakarta itu mengaku lebih banyak berkarya pada mural di sudut jalan atau media yang dapat dipasang di dinding sehingga kerap luput dari perhatian, dan terlupakan. Hal ini kontras dengan yang dialaminya ketika mengaplikasikan karya-karyanya di dunia fashion, yang disambut riuh, gaduh dan suka cita.
“Saya menemukan medium komunikasi yang berbeda, meski sama-sama karya seni, hanya saja fashion menjangkau publik lebih luas,” ujarnya.
Signature Major Minor
Koleksi kolaborasi Eko Nugroho X Major Minor yang ditampilkan malam itu terdiri dari 30 model busana wanita serta tiga scarf koleksi terbatas warna hitam, magenta dan hijau. Motif rancangannya yang berupa ikon mata, wajah bertopeng, dan sisik ikan diadaptasi oleh Major Minor ke dalam berbagai potongan garis yang tajam dan gaya asimetris untuk koleksi musim semi dan panas 2016.
Menurut Inneke Margarethe, salah satu perancang Major Minor, dari koleksi tersebut yang paling digemari penikmat fashion Jakarta adalah gaun mini bermotif tanpa lengan, gaun dengan bis oranye, serta gaun dengan bordiran motif di bagian dada kiri. Selain dominasi gaun mini penuh motif sisik dengan pola berulang, terdapat juga luaran, setelan atasan dan bawahan, serta sepatu dengan motif senada.
“Yang menjadi ikon dari koleksi ini adalah scarfnya,” tambah Inneke sembari menunjuk scarf di salah satu rak. Scarf sutra bermotif mural karya Eko tersebut langsung mengingatkan koleksi scarf ‘Republik Tropis’ yang dikerjakan dalam proyek kolaborasi dengan Louis Vuitton di 2013. Jika motif di scarf Louis Vuitton merepresentasikan Indonesia lewat gaya yang riang, scarf Major Minor lebih didominasi motif sisik serta flora dan fauna laut yang playful sekaligus misterius.
Major Minor sendiri adalah label yang diluncurkan pada 2011 oleh Ari dan Sari Seputra, serta didukung perancang muda berbakat Inneke Margarethe dan Ambar Pratiwi. Menampilkan koleksi-koleksi yang ekletik sebagai representasi keragaman gaya dan selera orang-orang di belakang merek ini, Major Minor menyasar penyuka gaya berpakaian yang preppy dengan potongan bersih namun edgy. Aneka koleksinya rata-rata hadir dalam warna-warna yang mentereng, sehingga pemakainya dapat dengan mudah memberikan efek megah dalam berpenampilan. Karena berkualitas namun terjangkau, tak butuh waktu lama bagi Major Minor untuk dapat diterima di industri fashion Indonesia.
Kolaborasi dengan Louis Vuitton
“Proyek kolaborasi bersama Louis Vuitton merupakan kejutan bagi saya,” tutur Eko Nugroho.
Sebagai seniman rupa yang banyak membuat lukisan, mural, dan komik, tadinya Eko merasa karya-karyanya tak akan bersentuhan dengan dunia fashion yang glamor. Namun, hal tersebut ternyata salah, terlebih ketika Direktur Seni Rupa Louis Vuitton berkunjung ke Indonesia dan menyeleksi 15 seniman untuk berpameran di galeri di Paris. Karena terkesan dengan karya-karyanya, mereka meminta Eko merancang koleksi scarf terbatas Fall Winter 2013 bagi Louis Vuitton.
“Tentu saja awalnya, saya ragu. Namun, dari segi tantangan, kesempatan ini terlalu sayang untuk dilewatkan,” ujarnya. Kolaborasi pertamanya dengan industri fashion disambut positif. Scarf rancangannya yang dijual Rp 9.000.000 per helai itu laris manis dalam waktu singkat.
Sukses berkolaborasi dengan Louis Vuitton, tim kurasi Galeri Salihara menantang Eko pameran dengan menggandeng perancang busana Indonesia. Dari sejumlah nama desainer yang ada, pilihan dijatuhkannya kepada Major Minor karena menurut Eko, koleksi label tersebut sejalan dengan semangat karya-karyanya.
“Walau persiapannya singkat, namun durasi kerjasama ini justru lebih lama, karena karya-karya saya digunakan untuk dua koleksi Major Minor, yakni Signature dan Maha,” tambahnya.
Eko menawarkan Major Minor beberapa karya yang dibuatnya selama 2010 hingga 2015 untuk dikembangkan sebagai koleksi yang akan diluncurkan. Major Minor kemudian memilih motif sisik ikan karena sesuai dengan tema laut yang diinginkan. Karya-karya yang digunakan untuk koleksi Signature ternyata juga pernah dipamerkan di sejumlah galeri di Paris, New York, Melbourne dan Singapura.
Dalam hal penerapan motif, Eko menyerahkan sepenuhnya kepada para perancang Major Minor, entah itu di seluruh bagian depan, bagian dada saja, atau diadaptasi dengan monokrom hitam-putih.
“Di fine art ada ego yang sangat tinggi untuk eksklusivitas, sementara di dunia fashion, sebuah karya justru harus dapat diproduksi massal agar dapat dikenakan banyak orang,” paparnya. Sebagai jalan tengah, Eko kemudian meminta agar ada batasan jumlah dari setiap produk yang dibuat menggunakan karya-karyanya demi menjaga eksklusivitas.
Teks & foto: Rai Rahman Indra