
WWF Indonesia Kembali Serukan Konservasi Badak
Kondisi Badak Sumatera (Dicerorinus sumatranus) tak sebaik saudaranya yang hidup di Jawa. Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus) nasibnya lebih baik, walaupun saat ini juga dihadapi masalah dengan terbatasnya luasan habitat yang mampu mengakomodir pertumbuhan populasinya. Masalah lain yang dihadapi adalah pertumbuhan Langkap (Arenga obsitulia) yang sangat cepat sehingga menahan laju tumbuhnya pakan Badak Jawa di satu-satunya habitat mereka di Ujung Kulon. Berdasarkan data terakhir yang dirilis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah Badak Jawa di habitat terakhirnya di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK) sebanyak 63 individu. Sementara itu, Badak Sumatera diperkirakan hanya tersisa kurang dari 100 individu berdasarkan kesimpulan para ahli dalam pertemuan PHVA (Population and Habitat Viability Assessment) pada tahun 2015 lalu.
“Untuk menyelamatkan Badak Sumatera yang semakin kritis, perlu adanya pendekatan konservasi berbasis spesies seperti yang dilakukan pada Badak Jawa” ujar Yuyun Kurniawan, Program Koordinator Proyek Ujung Kulon WWF-Indonesia. “Meskipun diperkirakan jumlah populasi Badak Sumatera relatif lebih besar dari populasi Badak Jawa, tetapi keberadaannya tersebar dalam sub-sub populasi yang kecil. Dengan demikian, peluang pertumbuhan populasi Badak Sumatera relatif lebih rendah dibandingkan dengan Badak Jawa. ,” ujar Yuyun Kurniawan.
Badak Sumatera semakin terancam
Jumlah populasi Badak Jawa pada tahun 1970hanya ada 47 individu berdasar data WWF, kemudian naik menjadi 51 individu pada tahun 1981. Pada tahun 2014 dketahui jumlahnya 57 individu, dan tahun ini total 63 individu. Peningkatan jumlah individu ini membuktikan bahwa upaya konservasi berbasis spesies perlu dilakukan juga untuk meningkatkan populasi Badak Sumatera.
Arnold Sitompul, Direktur Konservasi WWF Indonesia, menjelaskan, “Upaya konservasi Badak Sumatera di Indonesia harus dilakukan dengan mengedepankan inovasi baru yaitu mendorong program pembiakan semi alami yang lebih aktif. Kondisi populasi di alam sudah sangat kritis”.
Pemerintah Indonesia mencanangkan target pertumbuhan populasi sebesar 10 persen untuk 25 satwa dilindungi pada kurun waktu tahun 2015 – 2019, termasuk di dalamnya Badak Sumatera dan Badak Jawa. Untuk Badak Jawa, target ini hampir terpenuhi, sayangnya tidak untuk Badak Sumatera, yang junlah populasinya pada tahun 1974, diperkirakan antara 400-700 individu namun dlaam 10 tahun belakangan laju kehilangan populasinya mencapai 50 persen. Bahkan di salah satu kantong populasinya di Kerinci Seblat, Badak Sumatera sudah tidak ditemukan lagi sejak 2008.
Dalam rangka peringatan World Rhino Day, yang jatuh pada 22 September, WWF Indonesia mengadakan serangkaian acara, seperti di Ujung Kulon dan di Aceh. Di Aceh, akan mengadakan Global March for Rhino, di sekitar Mesjid Raya Baitul Rahman, Banda Aceh.
Sementara di Ujung Kulon, WWF akan berpartisipasi pada serangkaian acara yang diselenggarakan oleh Balai TNUK, dengan tema “Bersama Kita Bisa, Selamatkan Badak Jawa” yang dipusatkan di Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Pandeglang. Acara ini akan dihadiri oleh Bupati Pandeglang, dan juga akan dilakukan penandatangan deklarasi “Merayakan Keanekaragaman Hayati”. Acara berupa edukasi tentang konservasi badak di sekolah-sekolah sekitar Taman Nasional Ujung Kulon, Kota Pandeglang dan Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi, yang dilaksanakan atas kerjasama dengan Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Pemerintah Daerah Pandeglang, Yayasan Badak Indonesia, Yukindo, Himpunan Mahasiswa Lestari Alam (HIMALA) Universitas Mathla’ul Anwar, ALABAMA, AKSI, Pagar Kulon.