
Delapan Hal yang Tidak Diketahui Tentang Peru
Nama Peru berasal dari kesalahan pengucapan oleh warga Spanyol. Sekitar 1515, sekelompok pengembara Spanyol yang merapat di muara sungai yang berbatasan dengan Samudra Pasifik menanyakan nama tempat itu kepada nelayan setempat. Untuk basa-basi, mereka juga menanyakan nama sang nelayan. Sang nelayan mengatakan nama tempat itu adalah pelu (yang berarti sungai dalam bahasa setempat) dan nama pemberian orangtuanya adalah Beru. Tanpa penerjemah, orang-orang Spanyol tersebut hanya menangkap kata “Peru”, sehingga kemudian mereka merujuk tempat yang mereka singgahi itu sebagai Peru.
Berikut fakta unik lain tentang Peru yang belum banyak diketahui.
- Tidak Ada Suku Inca
Peru sering dijuluki The Land of the Incas, sehingga membuat sebagian orang salah kaprah dan menyangka Inca merupakan nama suku asli yang mendiami Peru. Padahal, suku asli Peru adalah suku Indian Amerika bernama Quechua, yang datang ke kawasan Pegunungan Andes sekitar tahun 1200-an. Suku Quechua memiliki pemimpin yang diberi gelar Inca (sepadan dengan sebutan Sri Sultan di Jawa atau Maharaja di India). Selama sekitar 300 tahun, terdapat 18 Inca, yang kekuasaannya berakhir ketika hingga Spanyol menginvasi Peru pada 1572. Semasa kejayaannya, Kekaisaran Inca yang berpusat di Cusco merupakan terbesar di dunia, dan konon lebih besar dibandingkan Kekaisaran Romawi, karena wilayahnya mencakup wilayah Ekuador, Peru, Bolivia, Argentina, dan Chili, serta terhubung dengan infrastruktur jalan yang baik. Suku Quecha berbicara dalam bahasa Quechua dan bahasa tersebut masih digunakan oleh setidaknya lima juta penduduk Peru. Pemerintah pun mulai menggiatkan kembali penggunaan bahasa Quechua sebagai identitas bangsa, selain mewajibkan sekolah-sekolah untuk mengajarkan bahasa dari peradaban kuno ini.
- Menyantap Marmut Sadis?
Marmut (atau cuy (diucapkan: kui) dalam bahasa setempat) adalah hewan endemik Pegunungan Andes dan merupakan sumber protein bagi masyarakat sekitar, bahkan sebelum suku Quechua datang ke Peru. Masyarakat di Pegunungan Andes tidak mengenal sapi atau kambing karena hewan-hewan tersebut tidak hidup di Peru. Baru setelah Spanyol datang ke Amerika Selatan, mulailah diperkenalkan hewan-hewan ternak, termasuk kuda. Sebaliknya, Spanyol pun membawa marmut ke Eropa dan karena hewan ini menggemaskan, maka diperjualbelikan sebagai hewan piaraan, bukan makanan. Hingga kini, masyarakat Peru, terutama di Pegunungan Andes, masih menyantap cuy dan di dapur warga yang tinggal di desa-desa, marmut dibiarkan berkeliaran bebas di area dapur dan dapat tinggal dibunuh bila akan disantap. Harga cuy cukup mahal, yaitu sekitar 25 (Rp 100.000) soles per ekor bila membeli dalam keadaan mentah di pasar, dan sekitar 50 soles (Rp 200.000) dalam keadaan matang di warung-warung makan. Warga Peru tercatat setidaknya mengonsumsi 65 juta marmut setiap tahun, terutama setiap Festival Inti Raymi untuk menyembah Dewa Matahari yang jatuh setiap Juli, dikorbankan 1.000 marmut (plus 100 llama) agar warga terhindar dari kekeringan dan banjir yang dapat menggagalkan panen. Seorang warga Peru berseloroh ketika melihat turis-turis asing tidak mau mencicipi cuy dengan alasan tidak mau menyantap hewan peliharaan, “Buat kami di Peru, marmut adalah makanan dan Tuhan kami bersabda bahwa kami tidak boleh bermain-main dengan makanan.”
3. Bunga Nasional Peru
Cantua buxifolia – atau cukup disebut cantua – adalah bunga berukuran kecil dari tumbuhan semak yang tumbuh pada ketinggian di atas 1.200 meter di sekitar Pegunungan Andes. Hadir dalam warna putih, kuning, merah, dan merah muda, ketika kuncup, bentuknya seperti bunga lonceng yang memanjang. Bunga ini dulu digunakan dalam berbagai upacara penting Kekaisaran Inca, terutama yang berhubungan dengan penyembahan terhadap Inti (Dewa Matahari suku Quechua), sehingga kemudian cantua dikenal sebagai bunga yang sakral.
4. Llama, Kuda-nya Pegunungan Andes
Kuda tidak hidup di Pegunungan Andes, namun ada hewan yang tak kalah kuat dengan kuda, walaupun ukuran tubuhnya lebih kecil dan perawakan yang mirip unta, yaitu llama. Oleh warga Pegunungan Andes, llama digunakan untuk mengangkut barang. Kotorannya juga digunakan untuk memupuk tanaman jagung, yang menjadi sumber karbohidrat bagi suku Inca sehingga menjadi bangsa yang kuat dan dapat menakhlukkan banyak daerah di Amerika Selatan. Kotoran llama juga dimanfaatkan untuk bahan bakar dan membuat keramik.
5. Pisco Sour, Bahasa Persatuan Peru
Pisco Sour adalah minuman nasional Peru yangtelah dimasukkan dalam menu koktail di berbagai bar di seluruh dunia. Dibuat pertama kali di Morris Bar di Lima pada 1920-an, minuman aperitif ini terbuat dari Pisco (brandy dari buah anggur) yang dicampur perasan lemon, sirup gula, dan putih telur. Saking disukainya minuman ini, pada 2003 pemerintah Peru sampai menetapkan Sabtu pertama di bulan Februari sebagai Hari Pisco Sour Nasional. Peru adalah negara yang warganya sangat majemuk, namun semua perbedaan itu dapat disatukan dengan meneguk pisco sour yang asam-manis menyegarkan. Karena sebagai aperitif, pisco sour biasanya diminum di awal acara bersantap.
6. Beruang Paddington
Adalah beruang endemik Pegunungan Andes yang diangkat menjadi tokoh fiksi ternama, Paddington Sang Beruang, dalam kisah berjudul Deepest Darkest Peru oleh Michael Bond. Ceritanya sendiri tentang beruang asal Peru bernama Pastuso yang dikirim ke London oleh bibinya yang tidak sanggup lagi mengurusnya karena harus masuk panti jompo di Lima. Di London, beruang Peru ini ditemukan keluarga Brown di Stasiun Paddington karena nama Pastuso terlalu sulit untuk diucapkan. Di Lima, patung Pastuso dapat dilihat di Salazar Park, dekat Larcomar Mall.
7. Tempat Asal Kacang
Menurut para ahli antropologi, kacang telah tumbuh di lereng Pegunungan Andes setidaknya sejak 7.600 tahun lalu. Ketika Spanyol menemukan tumbuhan sumber protein tersebut, mereka langsung membawa kacang ke Eropa dan dengan cepat tanaman ini menyebar ke seluruh dunia, terutama di Tiongkok dan India sebagai penghasil kacang terbesar. Uniknya, warga Peru tidak banyak mengonsumsi kacang. Di bar-bar sebagai pendamping minuman, misalnya, yang tersaji adalah biji jagung bakar.
8. Quinoa, “Nasi”-nya Warga Peru
Quinoa berasal dari Pegunungan Andes, tepatnya di sekitar Danau Titicaca yang terhampar di wilayah Peru dan Bolivia. Di zaman Kekaisaran Inca, penanaman quinoa digalakkan di seluruh wilayah kekuasaannya dan menjadi makanan pokok karena mudah diolah dan mengandung banyak manfaat bagi tubuh. Quinoa terkenal kaya serat, zat besi, vitamin B6, magnesium, fosfor, mangan, dan folat. Kini warga dunia menjuluki quinoa sebagai superfood dan mereka yang sadar kesehatan kerap menambahkan quinoa ke berbagai hidangan, seperti salad, aneka masakan telur, sup, pancake, hingga sushi. Harga per kilo quinoa tergolong mahal, sementara di pasar-pasar tradisional di berbagai kota di Peru, harganya per kilo hanya antara empat hingga lima soles (sekitar Rp 20.000).