TOP

Menciumi Oscar Wilde di Pere Lachaise

And alien tears will fill for him
Pity’s long-broken urn,
For his mourners will be outcast men,
And outcasts always mourn

 

Sembari membacanya pelan dan dalam hati, saya berusaha menangkap makna tersirat yang ingin disampaikan Oscar Wilde dari sajaknya yang terpahat di makam itu. Hari sudah menjelang sore di Pere Lachaise, dan semilir angin di penghujung musim gugur mulai terasa dingin. Saya merapatkan jaket, dan menghabiskan beberapa menit di hadapan makam penulis Irlandia yang meninggal dunia di Paris karena radang selaput otak pada 1900 itu.

Semenit kemudian, saya dikagetkan wisatawan yang tiba-tiba menciumi kaca pembatas makam, dan melempar bunga ke bagian dalamnya. Ada juga yang berusaha naik melampaui kaca, lalu meninggalkan ciuman sehingga meninggalkan bekas lipstik merah di dinding makam. Setengah jam berlalu, dan saya masih belum mendapati makna yang ingin disampaikan Oscar lewat sajaknya.

2

Tentang Cinta
Saya lalu membuka panduan Pere Lachaise yang sebelumnya didapat di pintu masuk, dan langsung menuju halaman penjelasan mengenai Wilde. Kutipan yang terpahat di makam ternyata diambil dari sajak terakhir yang ditulisnya berjudul The Ballad of Reading Gaol. Sajak tersebut ia tulis ketika di penjara dan mengisahkan transformasi dirinya sebagai seorang homoseksual. Saya mendapati titik terang akan makna kata “mourners” dan “outcast” di dalam sajak tentang perubahan identitas yang ia alami.

Dari buku panduan itu juga, diketahui kalau monumen makam Wilde dibuat oleh pemahat Jacob Epstein atas permintaan Robbie Ross yang merupakan kekasih Oscar semasa hidupnya. Robbie jugalah yang berusaha memindahkan makam Oscar dari Bagneux yang berada di luar kota Paris ke Pere Lachaise. Pada peringatan ke-50 tahun makam Oscar Wilde pada 1950, abu jasad Robbie juga turut di makamkan di sana.

Setelah membaca dan mengetahui kisah cinta di balik makam tersebut, saya makin menyadari mengapa ada banyak bekas ciuman, bunga serta surat cinta yang bertebaran di sana. Ternyata tak hanya drama The Importance of Being Earnest atau novel The Picture of Dorian Gray saja yang meninggalkan kesan mendalam pada para penggemar fanatik Wilde, tapi juga kisah cinta sang penulis sendiri tak kalah tragisnya.

3

Bekas Ciuman
Saya pandangi lagi lebih lekat makam Wilde. Sekilas bentuknya mirip patung Sphinx jika dilihat dari depan, hanya saja dibuat sehingga terkesan terbang karena bagian sayapnya terangkat. Sejumlah bekas lipstik merah tampak mencolok di bagian bibir dan bagian tubuh lainnya di dinding makam. Konon, bekas ciuman ini berawal pada 1990-an, ketika seorang pengunjung mencium makam. Sejak saat itu, setiap orang yang datang tak kuasa menahan diri dan melakukan hal yang sama sebagai ekspresi cinta mereka terhadap Wilde. Selain ciuman, mereka juga meninggalkan sejumlah graffiti yang memenuhi hampir separuh bagian bawah makam, seperti “Keep looking at the stars”, “Wilde child we remember you”, dan “Real beauty ends where intellect begins”.

Tindakan yang makin lama makin masif ini membahayakan makam dan setiap kali dibersihkan, bekas ciuman dan graffiti itu datang lagi, dihapus, dan datang lagi. Hingga pada 2001, dibangunlah kaca pembatas mengelilingi makam. Namun, tetap saja, selalu ada yang mencoba naik ke atas makam dan menciumi bagian bibir patung malaikat. Sementara yang tak bisa naik, meninggalkan bekas ciumannya pada kaca pembatas. Tak puas sampai di situ, mereka kemudian juga meninggalkan bunga dan surat cinta yang hari demi hari tampak menumpuk di sisi makam.

Sebelum beranjak meninggalkan Pere Lachaise, saya tak kuasa menahan diri untuk mencium makam. Setidaknya setelah ini, saya bisa meletakkan tanda cek pada wishlist karena telah berhasil menciumi Oscar Wilde di Pere Lachaise. *

Teks & Foto: Rai Rahman Indra