TOP

WWF-Indonesia: Stop Konsumsi Makanan Berbahan Dasar Hiu!

WWF-Indonesia mengajak industri jasa makanan dan perhotelan di Indonesia untuk mengambil peran dalam gerakan konservasi global dan beralih dari produk berbahan dasar hiu dalam hidangannya. Dalam lima tahun terakhir, gerakan global untuk menghilangkan segala bentuk sajian berbahan dasar hiu mendapatkan momentum besar dengan lebih dari 18.000 properti jaringan hotel internasional yang melarang penyajian masakan berbahan dasar hiu.

Jaringan Hongkong Shanghai Hotel, Shangri-La Hotel, Hilton dengan lebih dari 4.700 propertinya, Starwood Hotel di 1.300 jaringannya, Intercontinental Hotel Group di hampir 5.000 jaringan hotelnya, Carlson Rezidor dengan lebih dari 1.100 properti, dan Marriot International di hampir 4.500 properti hotelnya telah mengumumkan larangan penyajian hiu sejak 2012. Menurut perhitungan WWF, sedikitnya 18.200 properti jaringan hotel di dunia tidak lagi menyajikan hidangan berbahan dasar hiu.

“Menghilangkan hiu dari rantai makanan mengganggu keseimbangan ekosistem laut, yang dampaknya akan bermuara pada manusia,” ujar Andy Cornish, Shark & Ray Initiative Leader, WWF International. “Banyak jaringan hotel internasional telah memahami ancaman serius dari konsumsi sirip hiu kepada ekosistem laut. Namun masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Sekarang kami mengajak seluruh pihak di sektor jasa makanan yang belum mengambil tindakan serupa untuk bergabung dalam gerakan global ini dengan menghargai dan menjaga laut kita.”

Produksi hiu nasional antara tahun 2000 dan 2014 cenderung mengalami penurunan sebesar 28,30 persen, namun pada 2014 Indonesia masih menjadi negara produsen hiu terbesar di dunia dengan kontribusi sebesar 16,8 persen dari total tangkapan dunia. “Hasil survei WWF-Indonesia menunjukkan konsumsi sirip hiu di restoran di Jakarta mengalami penurunan sekitar 20,32 persen menjadi 12.622 kilogram sirip hiu dalam satu tahun, dari setidaknya 15.840 kilogram di tahun 2014,” papar Imam Musthofa, SBS and Fisheries Leader WWF-Indonesia

Pada acara Diskusi Terbuka bertemakan Menghilangkan Hiu dari Menu yang diselenggarakan oleh WWF-Indonesia di Soehanna Hall, Jakarta, pada 25 Januari 2017, terkait dengan perayaan Tahun Baru Imlek, Aji ‘Chen’ Bromokusumo, Pakar Budaya dan Kuliner dari Asosiasi Peranakan Tionghoa Indonesia, menyatakan “Sirip hiu bukanlah suatu keharusan sama sekali sebagai ucapan rasa syukur.” Menurutnya, hidangan Imlek harus mewakili tiga unsur, yaitu udara, darat, dan air. Unsur dari air bisa diwakili ikan jadi tidak harus sirip hiu, bisa diganti dengan bandeng yang filosofinya lebih baik dan bisa dihadirkan utuh untuk menunjukkan rasa syukur dan harapan untuk kelancaran di masa depan. “Saya sepakati Imlek bebas hiu,” tegasnya.

Bussiness leader dan champion kampanye #SOSharks, Shinta Widjaja Kamdani, menegaskan “Nilai keberlanjutan sudah dimulai secara global, dan kita juga harus mulai memperhatikan hal ini. Usaha jasa pengangkutan bersama asosiasi hotel dan restoran harus melakukan sosialisasi tentang keseimbangan ekosistem dan ini adalah suatu momentum yang bisa kita ambil untuk sebuah gerakan nasional yang melibatkan semua pelaku usaha.”

“Saya mulai dari rumah saya sendiri dan terapkan di usaha yang saya jalani. Ini bukan sesuatu yang memberikan kebanggaan bagi restoran untuk menyajikan sirip hiu, karena sudah banyak alternatif yang disajikan,” lanjut Shinta.

Acara diskusi terbuka ini dihadiri oleh perwakilan dari hotel, peritel, restoran, termasuk Shangri-La, Gran Melia, Santika, House of Yuen, Bandar Jakarta, dan Superindo. Perwakilan pemerintah juga terlibat aktif dalam diskusi, di antaranya Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan, serta Dinas Kelautan, Peternakan dan Ketahanan Pangan Provinsi DKI Jakarta.