
Datang Dari Negeri Seberang
Baba, atau untuk lebih spesifiknya Baba Phuket, merujuk pada warga Peranakan. Selama berabad-abad, istilah ini digunakan untuk keturunan dari pendatang Tiongkok di selatan Thailand dan Semenanjung Malaya yang menikah dengan penduduk setempat. Mayoritas imigran ini datang dari selatan Provinsi Fujian dan berbicara dengan dialek Hokkien. Merupakan tipikal pekerja keras dan ambisius, mereka biasanya sukses dan bahkan turut membantu meningkatkan perekonomian di tempat perantauan. Karena jumlah wanita yang ikut merantau lebih sedikit, maka para pria Tiongkok ini kemudian menikahi penduduk setempat.
Area yang terkenal sebagai tempat bertumbuhnya budaya Peranakan adalah Melaka, Penang, dan Singapura – di mana budaya dan bahasa Hokkien telah melebur dengan tradisi Melayu. Phuket juga termasuk, dengan budaya yang dibawa para pendatang yang bercampur dengan Thai membuat Phuket sebagai salah satu pusat komunitas Peranakan yang unik.
Baba dan Yaya – istilah yang digunakan komunitas Peranakan di Phuket untuk menyebut laki-laki dan perempuan – biasanya menggelar acara pernikahan yang berlangsung hingga lebih dari 12 hari. Mereka mengenakan pakaian adat yang berkilauan dan aksesori mewah, kemudian mengunjungi tempat ibadah untuk memberikan persembahan dan memohon berkat kepada leluhur serta mengadakan upacara minum teh. Walau tradisi ini mulai luntur, selain karena biaya yang dibutuhkan tidak sedikit, tak banyak lagi masyarakat Baba dan Yaya yang mengadakan pernikahan secara tradisional.
Festival Meriah
Saya menuju Hongyok’s House di Old Phuket Town untuk menunggu berlangsungnya upacara minum teh dalam prosesi pernikahan Peranakan. Tiba pukul 14:00, baik keluarga maupun warga dan turis seperti saya yang ingin menyaksikan pesta pernikahan sudah menunggu di pelataran mansion bergaya Sino-Portugis itu. Rumah ini berfungsi sebagai “rumah” bagi para calon pengantin perempuan. Menurut adat, calon pengantin tidak boleh bertemu pada malam sebelum hari pernikahan, sehingga di sinilah para calon mempelai wanita berkumpul untuk menanti calon suami mereka menjemput dengan arak-arakan yang terdiri dari keluarga dengan iringan berbagai alat musik.
Setelah agak lama berdiri di bawah teriknya mataharinya, akhirnya terdengar tabuhan dan tiupan trompet dari kejauhan. Tampak sejumlah pria paruh baya dengan topi dan batik yang seragam meniup trompet, menabuh gendang, dan memukul cymbal. Sementara para wanitanya mengenakan kebaya dengan sarung dan selop. Sekilas pakaian yang dikenakan orang dalam arak-arakan itu mirip pakaian tradisional Indonesia. Hanya saja bedanya, batik yang dikenakan bermotif Thailand dengan bordiran di sana-sini dan kebayanya ini menggunakan kerah cheongsam.
Setelah arak-arakan masuk rumah, acara segera dilanjutkan dengan upacara minum teh (pang tae) sebagai bentuk syukur pengantin kepada orangtua yang telah membesarkan mereka. Sama halnya dengan adat Tiongkok, para pengantin ini berlutut di hadapan orangtua mereka, lalu menawarkan teh dan menerima beragam hadiah yang biasanya berupa uang tunai dan perhiasan bertahtakan emas. Setelah menyodorkan teh kepada orangtua, anggota keluarga yang datang pun, juga akan bergiliran ditawari teh sesuai urutan usia, yaitu mulai dari kakek dan nenek, kemudian paman dan bibi, kemudian saudara kandung dan sepupu.
Keliling Kota Tua
Dari Hongyok’s House, parade berlanjut dengan mengelilingi Old Phuket Town yang dipenuhi pertokoan tua, bangunan berarsitektur Sino-Portugis, kafe dan restoran tradisional Tiongkok, museum, serta kuil dan pura. Sekitar pukul 17:30 waktu setempat, arak-arakan pun dimulai.
Beruntung memori kamera saya masih penuh, karena parade ini ternyata jauh lebih meriah dengan barisan orkes musik tradisional dan sejumlah anak kecil yang menebar bunga di jalanan. Para pasangan pengantin Peranakan yang menikah di tahun sebelumnya pun ikut mengiringi enam pasangan pengantin baru yang berjalan bersama keluarga mereka. Sejumlah Volkswagen Beetle dengan warna cerah yang sudah dihiasi bebungaan pun tampak dalam arak-arakan meriah ini. Yang pasti, saya tak menyesal menunggu parade yang mirip upacara pernikahan keluarga kerajaan ternama ini sejak siang. Kapan lagi bisa menonton acara pernikahan massal bersama warga setempat dan sesama turis?