Menembus Waktu di Galapagos
Apa yang pertama kali terbesit ketika mendengar nama Galapagos? Taman nasional yang masuk dalam Warisan Dunia UNESCO ini terdengar sangat eksotik dan menjadi surga bagi para pecinta lingkungan dan ilmuwan. Tidak hanya karena struktur geografisnya semata, juga dikenal dengan keanekaragaman flora dan faunanya yang unik dan langka yang sudah ada sejak jutaan tahun yang lalu. Hamparan tanah tandus akibat letusan gunung berapi dan pemandangan indahnya seakan membawa kita berpetualang kembali menembus balik waktu ala Jurassic Park. Di pulau ini Charles Darwin melakukan penelitian dan akhirnya menemukan teori tentang seleksi alam yang menjadikan Galapagos menjadi semakin terkenal di seluruh dunia.
Sulitnya akses menuju Galapagos
Untuk mengunjungi Galapagos ternyata tidak mudah, terutama bagi wisatawan Indonesia. Bila menggunakan maskapai Qatar, kita harus transit di Doha dan Miami, dilanjutkan terbang dengan maskapai LAN menuju Guayaquil sebelum tiba di Bandara Baltra dengan waktu tempuh perjalanan lebih dari dua hari. Selain waktu tempuh yang lama, dana yang harus disiapkan cukup mahal ditambah persiapan fisik untuk mengeksploitasi pulau dengan berjalan kaki. Namun semuanya terbayar begitu menginjakan kaki di Bandara Baltra yang menjadi pelopor bandara ramah lingkungan karena sumber energi bandara ini berasal dari tenaga surya dan angin ditambah dengan infrastrukturnya yang 80 persen menggunakan bahan yang dapat di daur ulang kembali. Untuk masuk ke Galapagos, wisatawan diwajibkan menandatangani formulir yang berisi petunjuk dan larangan-larangan selama berkunjung.
Petualangan di Santa Cruz
Dari bandara Baltra, perjalanan menuju Puerta Ayora dilanjutkan dengan menggunakan bus yang telah disediakan maskapai LAN menuju pelabuhan Itabaca Channel. Dari pelabuhan ini wisatawan di seberangkan ke pulau Santa Cruz dengan menggunakan kapal feri kecil. Dari Santa Cruz menuju hotel bisa dilakukan menggunakan bus atau memakai jasa jemputan dari hotel. Hotel Royal Palm Galapagos, Santa Rosa menjadi pilihan saya di mana hotel ini berada di atas puncak Miconiadan sangat terpencil.
Setelah check in kita diajak mengunjungi lava tunnel sepanjang 1 kilometer yang berjarak lima menit dari hotel. Keluar dari terowongan lava dilanjutkan mengunjungi kawah kembar Los Gomelos. Jangan terkecoh dengan namanya karena sebenarnya kawah ini terbentuk akibat longsoran tanah di sekitar. Tur di lanjutkan dengan mengunjungi konservasi kura-kura raksasa Rancho Primicias. Di sini kita bisa melihat kura-kura raksasa Galapagos yang besarnya bisa mencapai tiga kali lipat dari jenis kita-kura biasa.
Selain kura-kura raksasa, di Santa Cruz terdapat dua iguana jenis darat dan laut khas Galapagos yang berkembang biak di sekitar Tortuga bay. Akses kemari ditempuh dengan berjalan sejauh 3 kilometer di mana kita akan disuguhi pemandangan kaktus-kaktus raksasa yang tingginya mencapai lebih dari tiga meter. Di sini banyak ditemui kepiting merah Zayapa yang bersembunyi di antara celah-celah bebatuan pesisir pantai. Bagi yang ingin berenang, harus uji nyali karena banyak ikan-ikan hiu jenis tiger shark dan white tip reef shark di sini.
Pulau Bartolome
Petualangan ke Galapagos tidak lengkap tanpa mengunjungi Pulau Bartolome yang berjarak tempuh tiga jam dari Santa Cruz dengan landmark Pinnacle Rock di pantai. Pulau dengan pemandangan alam yang menakjubkan dengan latar belakang gunung api merah, oranye, hijau dan hitam serta pantai vulkanik hitam dan birunya air laut menjadikan pulau ini semakin eksotis. Gugusan pesisir pantai teluk ini dipenuhi lava yang mengering jutaan tahun yang lalu yang dengan indahnya secara alami membentuk ukiran berbagai motif-motif bunga, hewan dan pemandangan.
Bagi yang menyukai snorkeling, Sullivan Bay adalah surga untuk menyaksikan ke indahan bawah laut Galapagos dengan aneka ikan dan terumbu karang yang berwarna-warni. Di sini kita bisa berenang bersama pinguin, anjing laut, kura-kura dan ikan hiu. Di sekitar pulau banyak berterbangan burung pelikan cokelat Galapagos. Saya termasuk beruntung bisa mengabadikan photo bersama burung ini dalam jarak sangat dekat.
Setelah puas berenang dan snorkeling kita di ajak menuju puncak tertinggi Pulau Bartolome untuk menyaksikan pemandangan yang spektakuler. Jangan harap akan mudah menuju ke atas puncak karena saya harus mendaki 374 anak tangga sepanjang lebih dari 1 kilometer.
Pulau Seymour Utara
Di pulau kecil dengan luas 1.9 kilometer persegi dengan ketinggian 28 meter di atas permukaan laut dekat Baltra ini kita bisa melihat dari jarak dekat konservasi flora dan fauna di habitatnya. Setibanya di pulau ini kita di sambut dengan puluhan anjing laut yang sedang berjemur menghangatkan badan. Lewat jalan setapak sepanjang 2 kilometer wisatawan bisa melihat dari dekat flora dan fauna langka yang hidup jutaan tahun lalu terseleksi, berevolusi dan berkembang biak untuk kelangsungan hidupnya dengan kondisi alam yang ekstrim. Jenis burung yang hidup di habitat aslinya seperti burung magnificent frigate berdada merah, boobie (burung kaki biru), dan burung seagull ekor pendek, serta iguana langka merah dan kuning.
Konservasi Kura-kura Raksasa di Charles Darwin Research
Perjalanan mengunjungi pulau impian para pecinta lingkungan dan ilmuan harus berakhir dengan mengikuti napak tilas di pusat penelitian konservasi Charles Darwin. Disini kita dapat melihat sejarah Lonesome Goerge yang pernah menjadi primadona karena menjadi kura-kura sub spesies Pulau Pinta terakhir yang hidup dan akhirnya punah tahun 2012 lalu karena upaya pembiakan tidak berhasil. Semoga kepunahan spesis ini menjadi peringatan bagi taman taman nasional yang lain untuk melindungi flora dan fauna yang hampir punah dan mencegah eksploitasi lingkungan untuk tourism yang berlebihan sehingga dapat di nikmati generasi yang akan datang. Galapagos hanya singkat, namun memberikan kesan yang mendalam seperti berpetualang menembus waktu. Kapan lagi kita bisa berenang bersama penguin, anjing laut, kura-kura dan iguana kalau tidak di Taman Nasional Galapagos. Saya merasa sangat beruntung bisa mengunjungi Galapagos. Once in a life time journey!
Teks & foto: Drazat Suwito, peserta Top 6 Travelers of the Year 2015.