Hanyut Dalam Alam dan Budaya Alor
Sebuah program yang diberi nama Festival Adventure Indonesia diselenggarakan dengan dukungan pemerintah setempat, mengantarku ke Pulau Alor yang beribukota di Kalabahi.
Perjalanan dimulai dari Jakarta menuju Kupang, dilanjutkan dengan pesawat kecil rute Kupang – Pulau Alor. Awalnya sudah terbayang bahwa di pulau ini nantinya aku akan melihat pantai yang indah saja, karena secara orang awam akan berpikir Alor identik dengan pulau dan pantai. Tetapi setelah menjelajah lebih dalam ternyata Alor mempunyai kultur budaya yang tak kalah indahnya.
Untuk keindahan alam di Pulau Alor boleh dibilang paket lengkap, di mana bisa merasakan pagi yang hening di Pantai Boiko sambil menunggu matahari terbit. Setelah langit mulai terang berpindah ke Pantai Mali yang jaraknya juga tidak terlalu jauh. Di sini aku melihat beberapa warga lokal melintas sambil membawa alat panah, yang ternyata adalah nelayan yang akan menangkap ikan dengan cara memanah langsung ikan yang ada di laut tetapi airnya tidak terlalu dalam. Dari hasil tangkapan mereka aku dan teman teman membeli beberapa ikan dan langsung membakarnya di pinggir pantai. Sebuah kenikmatan yang tidak bisa didapat saat kita berada di perkotaan.
Beberapa pantai di sini juga menyediakan tempat untuk berkemah, sehingga memberikan alternatif buat teman teman yang ingin sekali merasakan tidur di alam bebas. Sore hari banyak pilihan pantai tempat hunting para fotografer yang ingin mengabadikan momen sunset, salah satu nya di Pantai Likuantang.
Budaya, memberikan daya tarik tersendiri saat berkunjung ke Alor. Ada beberapa kampung adat di sini dan aku berkesempatan mengunjungi tiga lokasi, yaitu Kampung Adat Latifui yang terdapat tradisi tumbuk padi, Kampung Adat Kabola, yang masyarakat lokalnya masih menggunakan pakaian dari kain kulit pohon dan melakukan atraksi Nyala Api, yaitu menciptakan api dengan cara menggesek batang bambu dengan sangat cepat. Dan desa adat yang terakhir adalah Kampung Adat Luba, di mana ada atraksi Tari Perang dan Tarian Lego Lego. Tarian ini digunakan pada setiap acara, bertujuan untuk menunjukkan kebersamaan, persatuan dan kekompakan satu dengan lainnya.
Ada cerita mengharukan saat hendak berkunjung ke Kampung Adat Luba. Awalnya dari pihak panitia menyampaikan bahwa lokasi yang akan didatangi berada di atas bukit dan harus trekking 30 menit. Tetapi saat sampai di lokasi kita hanya perlu mendaki 10 menit dan ternyata warga setempat secara bahu-membahu membuatkan jalan seukuran satu mobil untuk memberikan kemudahan bagi kita.
Pada hari terakhir, aku berkunjung ke beberapa pulau di sekitar Alor. Di antaranya Pulau Kepa, yang tidak jauh dari Pelabuhan Alor Kecil. Pulau yang sudah memiliki resor di pinggir pantai dengan pasir putih dan nelayan di sini sudah menggunakan jaring untuk menangkap ikan dan tidak menggunakan panah.
Perjalanan ini memberikan sebuah pelajaran di mana saat kapal hendak menepi ke dermaga aku melihat seorang kakek yang berada di dekat sampan, menggunakan kacamata berenang yang terbuat dari bahan tradisional dengan semangat mencari ikan, dan saat kami mendekat, kakek tersebut memberikan sambutan dengan senyuman yang tulus, tidak menunjukkan sedikit pun kelelahan dan dengan bangganya menunjukkan satu ikan hasil tangkapan nya.
Dan pulau terakhir yang aku datangi adalah Pulau Pura, yang sangat kering dan semua warga disini hanya mengandalkan air tawar dari satu sumur dekat pantai. Harus bergantian mengambil air dan memasukkan ke jerigen untuk dibawa ke rumah masing masing dengan jarak yang cukup jauh. Tetapi warga setempat benar benar menikmati kehidupan mereka. Usai sudah perjalanan aku kali ini, dan ketika kapal hendak meninggalkan dermaga, ada gadis kecil berlari menuju ujung dermaga, melambaikan tangan nya sambil memberikan tatapan hangat.
Teks & foto: Hartadi Putro