TOP

5 Hari 2 Kilogram di Hawke’s Bay

Konsekuensi dari lima hari keliling wine country tertua di Selandia Baru, Hawke’s Bay, adalah jins yang perlahan tapi pasti terasa sesak karena berat badan bertambah dua kilogram.

Tiba di Napier dengan pesawat jenis ATR milik maskapai Air New Zealand, waktu setempat menunjukkan pukul 21:00. Angin musim gugur yang menyengat mulai terasa ketika saya melangkah keluar bandara. Untung supir taksi yang telah dipesan Hawke’s Bay Tourism masih setia menunggu pesawat saya yang terlambat tiba dari Auckland.

Keesokan harinya, saya melakukan tur yang dipandu oleh guide seorang manula berpakaian ala tahun 1920-an. Dengan mobil tua saya dibawa mengunjungi Napier Municipal Theatre, National Tobacco Company Building di Ahuriri, dan deretan rumah-rumah bergaya Art Deco di Marewa.

Gaya Art Deco sendiri berawal di Eropa dan mencapai masa keemasannya antara tahun 1920 dan 1940, tepatnya sejak Exposition des Arts Modernes Decoratifs et Industriels – asal nama Art Deco – berlangsung di Paris tahun 1925. Dekorasi ala Art Deco sendiri mengekspresikan optimisme kemakmuran di tahun 1920-an sekaligus pelarian dari suramnya masa depresi di tahun 1930-an.

Hawke’s Bay sendiri terletak di pantai timur North Island. Dengan iklim ala Mediteranianya yang hangat dan rata-rata 19 derajat Celcius sepanjang tahun, wilayah ini merupakan rumah bagi 170 kebun anggur dengan 70 pabrik anggur dan 40 cellar door (penyimpanan anggur).

Lansekapnya yang beragam dan subur membuat anggur yang ditanam di Hawke’s Bay memiliki jejak aneka rasa buah. Secara kuantitas, Hawke’s Bay adalah kontributor terbesar penghasil anggur jenis Cabernet Merlot dan Syrah. Karena wine adalah bagian dari gastronomi, maka Hawke’s Bay juga merupakan pusat gourmet di Selandia Baru. Singkat kata, kalau mau wisata kuliner, di sinilah tempatnya.
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Selengkapnya baca di Majalah Panorama edisi Juli-Agustus 2013.

TEKS & FOTO: FRANSISKA ANGGRAINI