WWF Laporkan Kondisi Borneo
WWF-Indonesia bersama WWF-Malaysia merilis laporan mengenai kondisi Borneo terkait Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang jatuh pada 5 Juni 2017 dengan judul The Environmental Status of Borneo. Laporan ini memberikan gambaran umum mengenai status dan isu lingkungan hidup yang ada di Borneo dan disebarluaskan untuk meningkatkan kesadaran dan mendapatkan dukungan kolektif dalam upaya penyelamatan hutan Borneo. “Sangat penting untuk memiliki gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai status hutan Borneo sekarang dan sebelumnya,” kata Benja V. Mambai, PLT CEO WWF-Indonesia.
Dalam laporan tersebut dijelaskan bahwa Borneo berada dalam bahaya karena secara perlahan kehilangan ekosistem utamanya yang sangat penting. Padahal ekosistem itu sangat penting bagi kelangsungan jangka panjang masyarakat baik nasional maupun regional, yakni Brunei Darussalam, provinsi-provinsi di Kalimantan, dan negara bagian Malaysia di Sabah dan Sarawak. Pada 2015 lalu, dari sekitar 74 juta hektar luas hutan di Borneo, tercatat terjadi penurunan hingga 55 persen. Penurunannya juga terjadi di daerah hutan tertutup. Hal ini karena fragmentasi tersebar luas dengan deforestasi terus meningkat. Dalam skenario business as usual (BAU) atau bisnis seperti biasa, pada tahun 2020, diperkirakan Borneo bisa kehilangan 75 persen hutannya.
Menyelamatkan Hutan Borneo
Borneo merupakan rumah bagi beragam spesies tumbuhan dan hewan, kaya akan sumber daya alam bagi keberlangsungan hidup penduduknya, termasuk masyarakat adat yang tinggal di Hearth of Borneo (HoB) atau Jantung Borneo. Status Borneo sebagai salah satu hamparan hutan hujan terakhir di dunia dan faktanya bahwa Borneo sedang berada dalam bahaya, karenanya BAU bukan lagi pilihan bagi kawasan ini. Tujuan konservasi di HoB tidak dapat dicapai tanpa mempertimbangkan seluruh area pulau. Oleh karena itu, usaha berskala besar dan terpadu dalam restorasi, penghijauan serta perlindungan sangat diperlukan untuk menyelamatkan hutan Borneo.
“Kita perlu bertindak cepat untuk menyelamatkan hutan Borneo. Bersama-sama, kita dapat membantu membuat satu dari hamparan hutan terakhir di Borneo yang tersisa di dunia menjadi tempat tinggal yang lebih baik, bagi kita manusia maupun bagi keanekaragaman hayati yang tumbuh subur di pulau hutan hujan tropis yang unik ini,” ujar Dato’ Dr Dionysius Sharma, Direktur Eksekutif/CEO WWF-Malaysia.
Laporan lengkap Environmental Status of Borneo yang akan dikeluarkan WWF akhir bulan ini dan menjadi edisi ketiga laporan yang merinci kondisi kritis ekosistem dan indikator tumbuhan dan hewan. Tujuan dari laporan ini diharapkan dengan menggunakan indikator dalam menilai perubahan lansekap dan penurunan tutupan hutan dengan membuat referensi ke tingkat historis, dan kemudian dalam tiga hingga lima tahun interval, dari tahun 2005 sampai 2015.