Yang Boleh dan Tidak Boleh Dilakukan Saat Berlibur di Myanmar
Dulu bernama Burma sebelum berganti menjadi Myanmar pada 1989, negara eksotis di Asia Tenggara ini makin diminati wisatawan berkat ribuan pagoda yang tersebar di kota kuno, Bagan. Sebagai negara yang belum terlalu lama membuka diri dengan dunia luar membuat sebagian pejalan masih asing dengan Myanmar.
Berikut ini kami rangkum panduan saat berkunjung ke Negeri Seribu Pagoda.
Belajar Bahasa Lokal
Sebagian besar orang Myanmar terlihat bersahabat dan ramah terhadap pendatang, walaupun kendala bahasa kerap merintangi komunikasi, tapi mereka terbuka dengan para turis. Untuk mempermudah komunikasi, ada baiknya pejalan menghafal sejumlah bahasa sehari-hari, seperti mengalaba (diucapkan meng-gah-lah-bar) yang berarti halo atau chesube (diucapkan tseh-soo-beh) yang bermakna terima kasih.
Mengikuti Acara Lokal
Turis diperkenankan untuk mengikuti sejumlah acara atau festival yang digelar warga lokal, seperti Thingyan – festival air yang merupakan selebrasi Tahun Baru Myanmar, di mana prosesinya tidak jauh berbeda dengan Songkran di Thailand. Berlangsung selama empat hari, acara diramaikan dengan penduduk saling menyiram air yang menjadi simbol berkat dan doa untuk harapan yang baik.
Menjadi Seperti Orang Lokal
Tidak ada salahnya jika pejalan bereksperimen dengan menjadi seperti orang lokal, merasakan apa rasanya mengenakan longyi dan pasu (kain sarung tenun khas Myanmar) atau mencoba thanaka – semacam bedak dingin yang dibalur di muka dan bagian tubuh lainnya sebagai pelindung kulit saat terpapar sinar matahari. Tinggalkan sejenak kebiasaan Anda dengan menjadi serupa warga Myanmar, menciptakan sudut pandang berbeda.
Hormati Buddha
Buddha merupakan sosok penting dan suci bagi warga lokal, penting bagi wisatawan juga untuk menghormatinya terutama jika ingin memotret dengan latar patung Sang Buddha. Hal lain yang perlu diperhatikan jika pejalan memiliki tato bergambar Buddha. Pernah terjadi dua kasus yang terjadi beberapa tahun lalu saat warga lokal menemukan dua turis memiliki tato Buddha di salah satu anggota tubuh, kedua turis ini kemudian diminta untuk meninggalkan Myanmar. Sebaiknya pejalan mempertimbangkan untuk mengenakan pakaian yang dapat untuk menutupi tato bergambar Buddha jika mengunjungi tempat-tempat wisata di Myanmar.
Etika Memotret
Destinasi di Myanmar merupakan surga bagi turis yang ingin berburu foto-foto terbaik. Ribuan stupa dan pagoda yang cantik dan artistik seakan minta untuk dipotret sebanyak mungkin. Tapi ingat, hormati tempat tersebut karena dianggap sakral oleh umat, tetap memerhatikan posisi diri saat foto terutama saat umat sedang melakukan ritual ibadah. Para biksu kerap seliweran ke mana mata memandang, begitu menggoda untuk dipotret, tapi ingatlah untuk meminta izin terlebih dulu sebelum membidik mereka. Walau mereka mungkin tidak mengetahui kalau Anda sedang memotretnya, tapi baik adanya jika menghormati mereka dengan meminta izin dulu.
Bersikap dan Berpakaian yang Pantas
Pagoda merupakan destinasi utama di Myanmar dan merupakan tempat yang sakral. Sebelum masuk, kenakan pakaian yang pantas (tidak mengenakan celana pendek atau baju bertangan pendek), bawa selendang setiap saat. Saat memasuki altar atau ruang sembayang, beri ruang bagi mereka yang datang untuk berdoa, tidak pula membuat kegaduhan karena beberapa umat datang untuk melakukan meditasi.
Hindari Sikap Afeksi di Ruang Publik
Myanmar merupakan negara konservatif, warga lokal masih merasa tabu dengan tindakan afeksi yang dilakukan di ruang publik. Jika bepergian dengan pasangan, selalu ingat untuk menjaga sikap terutama saat berada di tempat suci.