
Seusai Perang di Sarajevo
Bagaimana melanjutkan hidup setelah melewati kehidupan yang bagai neraka? Pertanyaan ini terus terngiang saat berada Sarajevo, kota terbesar di Bosnia dan Herzegovina yang sempat mengalami kehancuran akibat perang saudara.
Bersih, itulah kesan pertama ketika kaki menapak di tanah Bosnia. Terminal bus tempat saya singgah di timur Kota Sarajevo ini juga terlihat apik dan terawat – bahkan seonggok sampah pun tak terlihat. Tak semua orang bisa seenaknya masuk ke area terminal. Layaknya bandara, hanya mereka yang memiliki boarding pass atau tiket naik bus yang boleh masuk ke terminal. Penjaja makanan pun tak ada yang melintas, apalagi tukang semir sepatu. Sebagai negara yang sempat terpuruk karena Perang Dunia I dan perang saudara, kebersihan di terminal bus ini cukup membuat saya terkesima. Belum juga 24 jam saya berada di Sarajevo, kota ini telah berhasil menguras air mata. Perang Bosnia akan selamanya menjadi kenangan kelam negeri ini. Lepas dua dekade, Bosnia yang luluh lantak merangkak bangun dan mempercantik diri, bahkan Serbia – yang saya kunjungi sebelumnya – pun terlihat kalah dalam hal pembangunan. Tentara dan polisi yang berdiri di jalan adalah pemandangan normal di Sarajevo. Namun justru perasaan aman yang saya dapatkan, walau mereka memanggul senjata api.
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Selengkapnya baca di Majalah Panorama edisi November-Desember 2013
Teks & Foto: Fabiola Lawalata