Kejutan di Krabi
“Di mana gerangankah Krabi?” Hampir semua kawan yang mengetahui rencana saya berlibur ke Krabi mengernyitkan dahi, mencoba menebak-nebak di belahan bumi bagian mana Krabi berada. Orang Indonesia lebih akrab dengan kota-kota yang sudah populer duluan seperti Bangkok, Pattaya, dan Phuket. Padahal Krabi pun tak kalah cantiknya. Tak heran jika wisatawan mancanegara menyebutnya sebagai “tourist paradise”!
Memulai Perjalanan
Setelah transit di Kuala Lumpur, saya tiba di Phuket International Airport sekitar pukul setengah delapan pagi. Saat itu bandara masih sepi, namun hampir semua mobil di car rental sudah habis tersewa. Jadi pilihan terakhir untuk ke Krabi hanyalah dengan bus atau ferry. Sebagai informasi, bulan November-Februari adalah puncak kedatangan wisatawan di Phuket. Jika Anda berencana berlibur pada peak season, lebih baik reservasi tiket pesawat, penginapan, maupun mobil jauh-jauh hari.
Saya pun bergabung dengan wisatawan lainnya di halte bus bandara (semacam DAMRI). Seorang pria mendekati kami, lalu berkata bahwa bus bandara sedang tidak beroperasi hari ini. Sambil menunjuk nomor telepon di papan jadwal kedatangan bus yang jelas-jelas tertulis “BUS SERVES EVERYDAY”, dia meyakinkan kami untuk memastikan informasi yang dia berikan dengan menghubungi nomor tersebut. Kemudian pria tersebut menawarkan untuk menggunakan jasa taksinya—tentu saja dengan harga yang fantastis. Saya dan beberapa wisatawan dari Austria yang sama-sama menunggu bus hanya tersenyum dan bergantian menjawab, ‘No, thank you’, karena kami sama-sama tahu penipuan semacam itu sudah biasa di Thailand. Para scammer ini modusnya memberi informasi yang salah kemudian menawarkan jasa transportasi yang akhirnya mengarahkan ke tempat-tempat tertentu untuk berbelanja.
Seperti yang saya duga sebelumnya, setengah jam kemudian bus bandara tiba. Biayanya hanya 90 baht—sekitar seperlima dari harga yang ditawarkan sopir taksi penipu tadi. Tujuan bus ini hanya satu, yaitu Phuket Bus Terminal dengan waktu tempuh sekitar satu jam. Namun setibanya di terminal, terdapat sejumlah bus dengan tujuan ke berbagai pantai maupun provinsi lain termasuk Krabi.
Walaupun informasi mengenai perjalanan dengan bus ke Krabi ini sangat terbatas, saya memutuskan tak ada salahnya mencoba. Opsi transportasi menggunakan ferry jauh lebih mahal dan membutuhkan waktu tempuh lebih lama, karena dari terminal saya harus menggunakan bus kecil menuju dermaga terlebih dahulu dengan jadwal keberangkatan yang tidak menentu. Sedangkan menurut informasi dari beberapa penduduk setempat, dari terminal yang sama saya bisa langsung menuju Krabi dengan bus rute Phuket- Hatyai yang siap berangkat tiap jamnya.
Saya akhirnya bertolak ke Krabi dengan bus bercat oranye tersebut. Tarifnya 130 baht dengan lama perjalanan sekitar tiga jam. Di luar ekspektasi, perjalanan sejauh 185 km itu sangat nyaman. Hampir tidak ada jalanan yang rusak, cukup sepi karena jarang ada kendaraan berpapasan, bus pun tidak berhenti mendadak maupun sembarangan. Beberapa perkampungan muslim khas Thailand bagian selatan, garis pantai, dan perbukitan kapur menjadi pemandangan utama selama perjalanan.
Krabi Town
Dalam perjalanan menuju hotel, lanskap dermaga Chao Fa yang menarik menyambut saya. Kehadiran patung kepiting raksasa dengan latar sungai Khao Kha Nap menjadi daya tarik tersendiri bagi saya yang gemar berfoto. Patung kepiting tersebut tidak kalah unik dari patung hiu di River City, Bangkok. Selain indah, pemandangan di Chao Fa juga mengungkap fakta kota Krabi. Tertulis di atas ‘prasasti’ dua dimensi berbentuk kepiting, Krabi secara fonetis diucapkan sama dengan crab (kepiting) yang cara hidupnya memiliki filosofi, mewakili masyarakat Krabi.
Kapal-kapal cantik yang merapat di dermaga Chao Fa menawarkan berbagai tujuan menarik. Dari tur singkat mengelilingi perairan bakau di antara perbukitan kapur hingga ke Pulau Phi Phi dan berbagai tempat wisata lain yang sayang untuk dilewatkan.
Pemandangan unik di Thanon Road pun tak kalah menariknya. Di sisi jalan tersebut terdapat sebuah obyek semacam patung primata. Namun setelah dilihat dengan lebih saksama, sosok tersebut lebih mirip manusia purba yang menjinjing lampu lalu lintas. Menurut cerita, pada tahun 1986 ditemukan artefak manusia gua di Lang Rong Cave yang kemudian dianggap sebagai nenek moyang oleh masyarakat setempat. Lang Rong Cave sendiri terletak tak jauh dari Krabi Town, hanya saja butuh persiapan fisik yang lebih untuk menuju ke sana.
Sekitar 15 menit ke utara terdapat atraksi lain yaitu Tiger Cave Temple (Wat Tham Suea). Di dalam bangunan utama Tiger Cave Temple terdengar doa dari kitab Buddha yang dipanjatkan dalam teknik meditasi yang unik yaitu Vipassana. Pantulan suara di rongga-rongga gua menambah efek sendu setiap upacara. Di dindingnya tergantung gambar potongan jasad dan organ manusia yang berfungsi untuk mengingatkan para biksu agar fokus kepada hal-hal yang bersifat spiritual, karena hakikatnya tubuh bersifat fana. Yang lebih menarik, terdapat anak tangga sebanyak 1.200 buah untuk menuju ke atas bukit setinggi 125 meter di mana bekas telapak kaki Buddha konon berada. Masuk ke Tiger Cave Temple ini tidak dipungut biaya sama sekali namun kedermawanan pengunjung diharapkan dalam membantu proses renovasi.
Hotel tempat saya menginap berada di antara food market dan Krabi walking street. Sama seperti di Phuket, paket tur menuju Phi Phi Island juga bisa di dapatkan di hotel maupun agen tur dengan harga rata-rata 1000 baht per orang. Saya juga mendapati kenyataan bahwa ternyata gugusan kepulauan di Phi Phi termasuk dalam kekayaan hayati milik Provinsi Krabi, begitu juga dengan 53 pulau kecil di gugusan Koh Lanta.
Hampir semua fasilitas yang ada di Phuket terdapat pula di Krabi, tentu saja minus suasananya yang ramai. Di setiap sudut Anda bisa menemukan convenience store, jasa laundry murah, serta street food stall yang menjual tom yum dan banana street pancake yang lezat. Mencari makanan halal pun tidak terlalu sulit karena hampir 50% dari populasi Krabi beragama Islam.
Wisata Pantai
Jarak dari Krabi Town menuju Ao Nang, pantai terdekat, adalah sekitar 30 menit. Tiba di Ao Nang Road pada malam hari sedikit banyak mengingatkan akan nightlife di Patong. Beragam resto lokal, resto cepat saji, jasa tukar uang, hotel, resor, maupun hostel berjajar sepanjang jalan menuju pantai. Bar dan pub dengan iringan live band maupun musik trance tampat berderet di Ao Nang Center Point Entertainment Complex.
Di bibir pantai Ao Nang sendiri banyak dive shop yang menawarkan pengalaman underwater di Bamboo Island, Poda Island, Hong Island, dan Phi Phi Island. Pantai di Ao Nang ini mirip dengan Kata, dengan pasir putih dan garis pantai yang lurus dan memanjang. Bedanya, tidak ada barisan sunbed yang memenuhi tepi-tepinya sehingga pantai tampak luas dan lapang.
Jika Ao Nang masih dirasa terlalu ramai, terdapat Railay Beach, pantai eksklusif terpisahkan tebing tinggi yang hanya bisa ditempuh dengan long tail boat. Lokasi Railay Beach yang tersembunyi menjadi tempat sempurna bagi mereka yang mencari suasana tenang. Tebing menjulang tinggi di Railay ini menjadikan surga bagi para climber dan adrenaline junkee. Daerah Railay bagian timur populer bagi para backpaker, sementara West Railay merupakan basis dari beberapa beach resort berbintang.
Setelah seharian snorkeling, kenyang menyantap seafood murah, dan capek berjalan, pilihan bersantai pun jatuh ke tempat pijat bernama Pu Body & Scrub Massage. Waktu telah menunjukkan pukul 10 malam tapi masih banyak yang mengantri di luar. Saya mencoba Thai Massage dengan tarif 200 baht untuk 60 menit untuk menutup aktivitas.
Krabi dengan segala pesonanya membuat liburan saya lebih berwarna. Jika ingin ke pantai cantik berpasir putih namun sudah bosan berdesakan di keramaian, cobalah untuk mencari kejutan Anda sendiri di Krabi!
TEKS & FOTO: NOVIA CHANDRA SARI (@chemitz)