TOP

Autumn in New York

New York, entah kenapa sejak dulu saya bermimpi untuk menginjakan kaki di The Big Apple, The City that Never Sleeps, The Melting Pot atau apa pun orang menyebutnya. Tapi New York seperti punya daya tarik sendiri untuk seorang seperti saya yang menyukai hiruk-pikuknya suasana kota.  Saya menginjakkan kaki ketiga kalinya di New York pada Oktober tahun 2014 lalu. Datang di bulan Oktober, artinya musim sudah memasuki musim gugur. Cuaca pun masih terbilang dingin untuk saya yang terbiasa dengan suhu 35 derajat setiap harinya. Syal, jaket, boots setia menemani hari-hari saya di tengah udara dingin berangin yang kadang membawa kesan gloomy.

Tapi di saat matahari bersinar, memang luar biasa energi kota ini dengan hiruk pikuk orang yang berjalan cepat di antara bangunan tinggi dan di bawah pepohonan dengan daun-daun yang sudah mulai menguning. Tidak jarang saya hanya akan duduk menikmati hotdog di pinggir jalan mengamati lalu lalang dari para New Yorkers, sambil senyum-senyum kecil mimpi kapan ya saya bisa pindah ke kota ini.

Sebagai solo traveler di New York semua saya lakukan sendiri dan semuanya serba mudah dan nyaman. Saya tidak pernah naik taksi, selain ngirit saya ingin seperti New Yorker sejati yang menggunakan jasa subway untuk bepergian. Bahkan di underground suasanya pun sungguh beragam. Dari grup pengamen kulit hitam yang lengkap membawa peralatan musiknya ke dalam kereta, sampai menyaksikan sendiri pencopet merampas HP milik wanita yang duduk di dekat pintu begitu kereta berhenti di satu stasiun – hebatnya lagi wanita tersebut langsung mengejar keluar dan tiga menit kemudian dia kembali masuk ke kereta sambil membawa HP nya.

Apalah artinya ke New York kalau tidak berkunjung ke Lady Liberty? Perjalanan saya dimulai dengan menyusuri Battery Park di samping Hudson River, di mana hari itu cuaca sangatlah gloomy, dengan rintik hujan dan terpaan angin yang kencang. Akhirnya karena tidak sanggup lagi menahan dingin dan hujan semakin deras, saya pun berhenti di sebuah kafe untuk segelas hot chocolate. Setelah cuaca nampak bersahabat, saya pun meneruskan berjalan menuju pelabuhan yang akan mengantar saya berjumpa Lady Liberty. Berkeliling di Liberty Island, foto-foto di depan patung, memberi kepuasan tersendiri. Saya benar-benar sudah pernah ke New York artinya!

Pulang dari Liberty Island, matahari sudah mulai unjuk diri, sehingga saya segera berjalan ke arah Central Park. Terletak di Middle Upper Manhattan, Central Park ini sangat populer karena banyak film yang shooting di sini. Dan bayangan saya akan taman yang biasa layaknya sebuah taman kota buyar begitu saya menginjakkan kaki di depan Central Park. Yang pasti taman satu ini luar biasa luasnya, dan di dalamnya ada kebun binatang, teater, carousel, playground, dan tempat untuk bersepeda atau jogging. Saya pun yang tidak sanggup menyusuri setiap jengkal Central Park, akhirnya memilih untuk duduk di pinggir danau sambil membaca buku di bawah rindangnya pepohonan.

Dari Central Park saya kembali menyusuri Midtown Manhattan dan melihat toko Apple di 5th Avenue yang pada waktu itu padat dengan antrian orang yang sedang ingin membeli iPhone 6. Luar biasa, Apple Store yang satu ini buka 24/7, 365 hari. Karena itu dinamakan “The Store That Never Closes”. Karena tidak niat beli apa-apa juga di situ, saya cuman berkeliling toko sebentar lalu mengarahkan kaki ke Rockefeller Centre. Hari sudah menjelang malam dan lampu-lampu mulai menyala. Cantik sekali.. Kesan hingar bingar kota New York jadi terkesan lebih mellow dengan nyala lampu di pohon-pohon dan gedung di seputaran Rockefeller Centre. Katanya kalau Natal, maka di sinilah akan ada pohon Natal raksasa dengan hiasan lampu yang luar biasa indah.

Setelah puas menikmati suasana di sekitar Rockefeller Centre, satu hal yang harus dirasakan di New York pada malam hari adalah menikmati hiruk-pikuknya Times Square. Kebetulan hari ini adalah Sabtu dan saya pun tersenyum sendiri membayangkan saya bisa bermalam minggu di Times Square. Giant billboards dengan lampu terang benderang, ratusan taksi kuning berlewatan dan ribuan orang yang lalu lalang di seputaran Times Square benar-benar membuat saya terjaga sepanjang malam menikmat energi kota ini. Menutup malam di Times Square benar-benar membuat saya berpikir bahwa ‘yes, this city definitely never sleeps!Good Night, New York! I’ll be back and I’ll be awake!

 

Teks & foto: Dinda Adrianie, peserta Top 6 Travelers of the Year