
Cikal Bakal Kampoeng Penyu
Setiap menjelang fase bulan purnama, grup Blackberry Messenger Sileya Scuba Divers (SSD) pastilah ramai dengan berbagai perbincangan, termasuk perihal telur penyu yang marak dijual di pasar-pasar yang ada di Pulau Selayar, Sulawesi Selatan. Sebagai komunitas pecinta selam, kami sangat prihatin dengan penjualan telur-telur hewan yang telah resmi dilindungi oleh pemerintah ini. Beberapa dari kami bahkan sengaja beberapa kali turun ke lapangan dan bertanya kepada para pedagang asal telur tersebut dan berapa lama mereka telah menyimpannya.
Tak tahan hanya berdiam diri, kami pun memutuskan untuk menyelamatkan telur-telur tersebut. Sebelum beraksi, kami mencari tahu terlebih dahulu lokasi penyu bertelur di sekitar Selayar sehingga kami dapat datang lebih cepat dari para pedagang atau tukang tadah. Kami juga mendatangi rumah tempat orang-orang yang suka mengambil telur penyu yang ditanam di pasir.
Dusun Tulang
Adalah Dusun Tulang, sebuah desa yang terletak sekitar 15 menit dari Kota Benteng di utara Selayar. Banyak yang menyinyalir bahwa penduduk desa ini sering mengambil telur penyu di pantai untuk dijual. Bahkan sebelum berangkat, kami agak gugup karena kami tak dapat langsung begitu saja menceramahi bahwa tindakan mereka salah. Apalagi sesampainya di sana kami menyadari bahwa kepala dusunnya pun terlibat perdagangan ilegal ini.
Pada awal kedatangan kami ke Dusun Tulang, kami mencoba menjalin persahabatan terlebih dahulu dengan penduduk setempat dengan sekadar mengobrol ringan tentang mata pencaharian mereka. Di kunjungan kami yang kedua, barulah kami mulai memberi pengertian bahwa penyu adalah hewan yang dilindungi. Pada kunjungan selanjutnya, kami mencoba untuk memberikan alternatif mata pencaharian yang lebih menguntungkan daripada menjual telur penyu di pasar, yaitu dengan menjadikan aktivitas penyu bertelur dan melepas tukik sebagai atraksi pariwisata.
Dengan dialog yang cukup panjang dan kebesaran hati kepala dusun dan para warga untuk membuka diri mereka, akhirnya mereka pun luluh dan mengikuti saran kami. Pada April 2013 kemarin, warga dan SSD berkumpul di pantai Dusun Tulang, tempat masyarakat biasa memunguti telur-telur penyu untuk membersihkan sampah di sekitarnya. Pekerjaan membersihkan pantai yang sampahnya menumpuk selama bertahun-tahun ini memang melelahkan. Namun akhirnya pantai bisa bersih dalam waktu beberapa hari saja.
Benar saja, tak lama setelah pantai dibersihkan, hampir setiap malam ada penyu yang mampir untuk bertelur. Dalam sebulan saja tercatat ada 1.000 telur yang berhasil diamankan untuk ditetaskan. Hal ini tentunya merupakan potensi pariwisata yang luar biasa.
Sambil terus memantau perkembangan Dusun Tulang, SSD pun mencoba mencari nama yang pas untuk tempat ini. Bapak kepala dusun sebagai penanggung jawab kemudian jatuh hati dengan salah satu usulan nama, yaitu Kampoeng Penyu yang merupakan kepanjangan dari Kami Pemoeda Peduli Penyu. Sejak hari itu, Dusun Tulang pun disebut sebagai Kampoeng Penyu.
Hingga hari ini tercatat ada 3.000 telur yang telah menetas menjadi tukik. Pengunjung yang ingin melepaskan tukik dikenai biaya 20.000 rupiah/tukik yang akan digunakan sebagai donasi untuk pelestarian penyu di Dusun Tulang. Kini masyarakat di sekitar Sulawesi Selatan sering datang ke Dusun Tulang saat hari libur untuk menikmati pesona desa yang peduli penyu ini. Turis mancanegara pun silih berganti datang ke Kampoeng Penyu, termasuk para peserta rally Sail Komodo.
Gotong-Royong Warga
Dengan keterlibatan masyarakat serta dana mandiri yang berasal dari pengunjung dan donatur, Dusun Tulang telah mendirikan penangkaran penyu semi alami. Demi menjamin penyu terus kembali ke pantai Dusun Tulang untuk bertelur, mereka pun melakukan piket setiap malam untuk menjaga pantai agar tak ada tangan-tangan jahil yang berniat mengambil telur penyu untuk kemudian dijual, seperti yang mereka lakukan di masa lalu.
TEKS & FOTO: ASRI
(Diambil dari http://asrito.blogspot.com/ dengan seizin pemilik blog)