TOP

Melacak Jejak Sejarah di Kota Pahlawan

DSC02301Siang itu awan bergumul pekat di langit kota Surabaya. Dengan ingatan seadanya saya mengarahkan motor ke salah satu jalan yang terkenal dengan makam tua Belanda. Nama jalan ini adalah Peneleh. Jalan yang terletak di dekat Tugu Pahlawan ini cukup terkenal di kalangan pecinta fotografi karena seringkali mereka mengambil foto di makam Belanda yang siang itu suasananya tampak sedikit seram karena awan pekat dan angin yang sedikit berhembus kencang.

Suasana zaman kolonial Belanda segera saya rasakan ketika memasuki sebuah gang kecil. Betapa tidak, bangunan di sini masih terjaga arsitektur aslinya. Di babagian paling depan terdapat bangunan bertuliskan Toko Buku Peneleh. Desain eksteriornya menggambarkan bagaimana keadaan toko buku pada zaman kolonial dahulu.

Sejarah yang Terkunci
DSC02302Berikutnya adalah sebuah bangunan rumah bercat putih dengan arsitektur khas Belanda. Ini adalah rumah HOS Tjokroaminoto. Rumah ini terlihat terkuci dengan kunci yang sudah sedikit berkarat. Untuk memasukinya, saya harus minta izin pada Pak RT setempat yang menyimpan kuncinya.

Setelah beberapa saat kemudian seorang pria tengah baya datang dengan membawa kunci di tangannya. Pria tersebut tampak rapih dengan kemeja merah dan celana jeans hitam. Senyum hangat menghiasi wajah pria berkulit sawo matang ini. Beliau adalah pak RT yang telah kami tunggu sejak tadi. Kemudian beliau mempersilahkan kami masuk ke dalam rumah HOS Tjokroaminoto setelah membuka kunci pagar. Seketika hawa panas menyeruak dari dalam rumah dan dengan segera Pak Eko , nama panggilan pak RT gang VII Jalan Peneleh ini, menyalakan kipas angin yang berada di ruang tamu.

Setelah menyalakan lampu yang tertempel di dinding beliau menemani kami berdua berkeliling di dalam rumah. Furnitur yang masih terjaga keasliannya dan beberapa foto di dinding seperti mesin waktu yang menjadikan suasana kembali ke zaman penjajahan.

Kami tertarik dengan tangga yang akan membawa ke lantai dua bangunan ini. Terbuat dari besi dan berwarna hijau, tangga ini terlihat begitu kokoh. Ventilasi udara kecil yang dibuat di dinding ternyata tidak cukup membantu menyejukkan ruangan sehingga suasana pengap dan panas sangat terasa di sini. Ruangan ini kosong dan hanya ada lampu serta tiang berwarna putih.

Tempat Kos Bung Karno
DSC02310Kemudian kami berbincang tentang sejarah kediaman HOS Tjkroaminoto ini. Cerita di mulai pada saat zaman Orde Baru dahulu terdapat kebijakan untuk memusnahkan semua barang atau apapun yang berhubungan dengan Soekarno. Karena Soekarno pernah tinggal di rumah ini untuk Kos , ketua RT setempat akhirnya menjadikan rumah bercat putih ini menjadi tempat kos agar tidak dimusnahkan dan tidak ketahuan.

Setelah era Orde Baru berakhir, ada pihak yang membawa semua barang di lantai dua. Sampai sekarang tidak diketahui siapa orang dibalik ‘pengambilan barang’ tersebut. Yang diketahui hanya mobil pengangkut barang tersebut berjenis pick up berwarna biru dengan plat merah.

“Saya sampai sekarang ndak tahu mbak siapa orang yang ngambil semua barang di lantai dua. Itu semua peninggalan sejarah mbak, kalau misal orang yang ngambil barang itu tahu dan dijual, mahal mbak harganya,” ujar Pak Eko dengan nada kecewa.

Lahirnya Ide Proklamasi
DSC02306Kemudian kami melanjutkan perbincangan di ruang tengah. Ruangan ini sering dipakai untuk istilahnya ‘nongkrong’. Jadi pada zaman dahulu tempat ini menjadi tempat berkumpulnya para pahlawan untuk berdiskusi bersama. Dengan empat buah kursi yang ditata melingkar, satu meja di tengahnya dan lampu ruangan yang tergantung tepat di atas meja membuat saya membayangkan bagaimana dulu Soekarno, HOS Tjokroaminoto dan para pahlawan lain mengadakan diskusi bersama untuk memunculkan ide – ide kemerdekaan.

Pak Eko kemudian melanjutkan cerita tentang kegiatan apa saja yang pernah dilakukan di sini. Beliau mengatakan secara rutin dari salah satu universitas negeri di kota ini melakukan kegiatan seperti diskusi sejarah bersama. Mereka juga mengundang beberapa tokoh sejarah. Selain universitas negeri ternyata secara rutin juga ada salah satu sekolah dari Kota Malang yang berkunjung untuk kegiatan study tour tentang sejarah.

Tidak terasa waktu sudah hampir menunjukkan pukul lima sore. Kami pun mengucapkan banyak terima kasih karena beliau sudah meluangkan waktunya untuk menemani. Saya teringat kata-kata Bung Karno, “Jas Merah, Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah.” Kalau bukan kita sebagai generasi muda lantas siapa lagi yang mau peduli.

FOTO & TEKS OLEH: IMAMA INSANI