Mutiara Cantik di Sekarbela
Siapa bilang Lombok tak memiliki oleh-oleh khas? Meski tak sebanyak di Bali, beberapa sentra oleh-oleh ini bisa Anda temui di dekat sejumlah atraksi wisata. Yang bisa dibeli pun beraneka ragam. Mulai dari dodol rumput laut, kain tenun bermotif indah, hingga mutiara. Yang terakhir disebut ini selalu menjadi incaran bagi pemburu suvenir maupun kolektor yang menggemari butiran cantik berkilau ini. Mencarinya pun mudah – tinggal berkendara ataupun naik cidomo menuju Desa Sekarbela yang berlokasi sekitar tiga kilometer dari pusat kota.
Mataram Craft Center
Merupakan daerah penghasil mutiara, Desa Sekarbela memiliki Sentra Kerajinan Mataram (Mataram Craft Center) dengan deretan toko perhiasan yang berjajar di sepanjang jalan. Dari sekian banyak toko yang ada, saya melangkahkan kaki ke toko milik Pak Haji Faizal – yang belakangan setelah berkenalan, saya mengetahui bahwa beliau tak hanya berjualan kerajinan mutiara, namun juga berprofesi sebagai pengrajin. Pak Haji juga berbaik hati mengantarkan saya ke rumahnya yang hanya lima menit berjalan kaki dari sentra untuk melihat langsung proses pembuatan kerajinan mutiara.
Dari Pak Haji jugalah saya mengetahui bahwa Sekarbela awalnya merupakan nama sebuah desa yang terdiri dari empat kawasan, yaitu Pande Mas Timur, Pande Mas Barat, Pande Besi, dan Mas Mutiara, sehingga desa ini tak hanya terkenal sebagai pusat kerajinan mutiara, namun juga emas dan perak. Kini nama desa ini dijadikan sebagai sebuah nama kecamatan di Mataram.
Melihat proses pembuatan perhiasan dari emas dan perak buatan tangan mulai dari bahan mentah dilebur, ditempa, digiling sesuai dengan besar bentuk yang diinginkan, hingga finishing menjadi gelang, cincin, atau kalung sungguh mengagumkan, karena sebagian besar dilakukan dengan mengandalkan keterampilan tangan pengrajinnya. Setelah melihat proses pembuatan, saya diajak Pak Haji untuk berkeliling di sekitar kampung.
Selama perjalanan, Pak Haji bercerita bahwa enam puluh persen pengrajin suka bekerja saat malam hari, yaitu setelah salat Isha hingga subuh, karena di waktu tersebutlah mereka mendapatkan ide kreatif untuk membuat kerajinan. Sehingga suasana di sekitar desa pada malam hari justru terlihat lebih ramai dibanding siang hari.
Setelah berjalan sekitar dua puluh menit, sampailah kami di sebuah gang yang penuh oleh sekelompok masyarakat yang membuka toko dengan memperdagangkan banyak sekali produk-produk kombinasi antara perak, emas, dan mutiara. Bertanya kepada pedagang di sana, saya juga mengetahui bahwa proses selama budidaya kerang, seperti kerang yang lepas dari cangkang atau kerang yang mati sebelum panen, sangat menentukan kualitas dari mutiara. Bentuk dan warna alami mutiara juga bermacam-macam. Mutiara laut biasanya berwarna putih, biru, atau putih kusam, sedangkan warna mutiara hasil budidaya air tawar rata-rata berwarna putih yang terlihat lebih cerah dan terang dibanding mutiara laut yang terlihat lebih natural. Mutiara air tawar berukuran lebih kecil dibanding mutiara air laut dan bentuknya terlihat lebih bulat dengan permukaan yang lebih halus.
Mereka juga mengajarkan kepada saya cara membedakan mutiara asli dan palsu, yaitu dengan cara menggosokkan mutiara ke permukaan kaca. Bila mutiara yg digosokkan menghasilkan residu bubuk putih seperti lilin namun permukaan mutiara tetap halus, berarti mutiara tersebut adalah asli. Namun bila mutiara yang digosokkan tidak menghasilkan residu, bisa dipastikan itu adalah mutiara imitasi.
Selain mutiara, kualitas emas di Sekarbela pun tidak kalah dengan emas Jawa atau emas pabrikan. Standar emas di Sekarbela adalah 22 karat, yang terlihat lebih kuning dibanding emas pabrikan yang relatif memiliki kadar karat lebih rendah. Harga perhiasan yang ditawarkan sangatlah beragam, tergantung dari kualitasnya. Harga dipatok mulai dari seharga satu porsi plecing kangkung hingga seharga kendaraan roda empat. “Masyarakat Lombok sendiri, khususnya di bagian Lombok pedalaman, lebih menyukai perhiasan yang sederhana dengan dominasi emas. Hanya yang di kota besar seperti Mataram yang sudah mulai mengikuti mode dengan membeli perhiasan mutiara. Bagi turis, mereka juga suka berbelanja perhiasan dengan dominasi mutiara,” jelas Pak Haji.
Selesai berkeliling, saya pun berpamitan kepada beberapa pedagang dan juga Pak Haji yang sudah berkenan menemani dan memberikan begitu banyak cerita menarik mengenai Sekarbela. Sambil melenggang pergi meninggalkan Sekarbela, tak hentinya saya tersenyum dan melihat ke arah pergelangan tangan saya. Terima kasih Pak Haji, untuk kenang-kenangan sebuah gelang mutiara cantik dari Sekarbela.
TEKS: CHRISSY LIE