TOP

Jalan Panjang Menemukan Paella

 

Perjalanan ke Valencia untuk menemukan paella terlezat ternyata tidaklah mudah, meskipun kota ini merupakan tempat asal hidangan ikonik Spanyol tersebut. Seperti cinta, ia menunggu untuk ditemukan dan untuk ditemukan, ia butuh waktu dan kesabaran.

 

Saya belum pernah menikmati paella (baca: paeya, huruf “l” dobel dalam bahasa Spanyol dibaca sebagai “y”) yang enak. Entah rasanya yang aneh di lidah, nasinya yang terlalu basah, atau isinya yang terlalu “berbau laut”, pokoknya belum ada paella yang dapat saya kategorikan enak. Makanya ketika mendapat undangan dari Spain Tourism yang bekerja sama dengan Turkish Airlines untuk mengunjungi Valencia, kota asal paella yang kemudian hidangan tersebut dapat dibilang sebagai ikon kuliner Spanyol, tentu saja yang ada di pikiran saya adalah kesempatan untuk akhirnya menikmati paella yang benar-benar enak.

shutterstock_2575698221

Terlalu Asin

Ketika paella akhirnya terhidang di hadapan saya, dalam hati saya mengucapkan harapan. Sendok pertama yang masuk ke mulut, asin adalah rasa yang dikirimkan indra perasa ke otak. Asinnya tergolong ekstrem, bahkan bagi lidah seseorang yang datang dari negeri rempah dan terbiasa menyantap masakan dengan cita rasa yang kompleks. “Is it too salty for you?” bisik saya kepada seorang teman dari Malaysia setelah beberapa suap. “Yes, I cannot finish it. Too salty!” katanya dan saya pun lega karena indra perasa ternyata masih berfungsi dengan baik.

Setelah menghabiskan potongan udang, cumi, dan ikan dalam paella, saya terpaksa meninggalkan sisa nasi yang keasinan. Memang mungkin belum saatnya saya menemukan paella terlezat yang saya idam-idamkan. Seperti banyak hal besar lain, untuk menikmati paella lezat pun ternyata membutuhkan kesabaran untuk menunggu.

Di hari kedua di Valencia saya memang diajak belajar memasak paella di Escuela de Arroces y Paella Valenciana yang tak jauh dari Katedral Valencia. Restoran mungil di gang yang dapat diakses dari Plaza de la Virgen ini menawarkan kelas memasak paella khas Valencia dua kali sehari, yaitu kelas pagi (disebut Comida) yang mulai pukul 10:00 dengan kunjungan ke Central Market yang terletak tak jauh dari restoran, dan kelas sore (disebut Cenas) yang mulai pukul 18:00.

 

Belajar Membuat Paella

Walau paella tersebar di seluruh Spanyol, namun hidangan ini berasal dari Valencia. Beras, tomat, paprika, bawang, bawang putih, dan bubuk safron adalah bumbu dasarnya, namun yang membedakan paella khas Valencia adalah penggunaan daging ayam, kelinci, dan siput.

Pertama-tama kami diminta menyiapkan bahan-bahan, yaitu mengambil sari tomat dari buah tomat segar menggunakan alat mirip parutan dan mengupas kacang mirip petai China yang oleh warga setempat disebut garrofon, sambil mendengarkan penjelasan Benny tentang jenis beras yang digunakan untuk paella. Paella membutuhkan jenis beras yang bulirnya lonjong berukuran sedang. Beras memang memegang peranan penting dalam masakan Spanyol, negara yang ternyata merupakan penghasil padi kedua terbesar di dunia.

Memasak Secara Komunal

Karena secara tradisional membuat paella adalah pekerjaan komunal, maka sore itu pun kami terbagi ke dalam kelompok. Setelah bahan-bahan siap, kami mulai menggoreng daging ayam dan kelinci tanpa garam (karena garam akan membuat kering daging), kemudian menumis kacang garrofon dan memasukkan sari tomat serta menambahkan air untuk membuat kaldu.

Untuk meratakan beras di wajan, trik yang digunakan adalah dengan menggoyang-goyangkan wajan dua kali, dan sisanya, beras akan mencari tempatnya sendiri di wajan dengan bantuan kaldu yang melimpah. Setelah beras berada di tempatnya masing-masing, atau merata di wajan, segera kecilkan kompor agar air kaldu mengering perlahan, sementara beras akan matang sempurna.

Tiga puluh menit tak terasa karena mempraktikkan gaya hidup masyarakat Spanyol yang senang berlama-lama makan siang sambil mengobrol, Benny memberitahukan bahwa paella kami telah matang dan kami harus mematikan kompor dan membawa wajan paella ke meja masing-masing. Saya sudah tak sabar mencicipi paella buatan sendiri. “Paella, sa buena!” ucap saya dalam hati, mengikuti perkataan yang sebelumnya diajarkan Benny, sambil menyendokkan suapan paella pertama ke mulut.

Berdebar-debar takut keasinan, namun kemudian sambil mengunyah saya sibuk membuat suara yang menyatakan bahwa paella buatan sendiri itu adalah paella terlezat yang pernah saya santap. Asinnya pas, berasnya tak terlalu basah, daging ayam dan kelincinya matang sempurna dengan tetap lembut dan lembab. Bahkan Benny dan Miguel yang menilai rasa setiap paella yang telah selesai dibuat menyatakan bahwa paella buatan tim saya rasanya lezat. “Seperti ini paella yang disukai warga Valencia?” tanya saya kepada Benny. “Ya, kurang lebih begini?” jawabnya. “Ini tidak kurang asin bagi kalian?” cecar saya lagi. “Tidak, ini pas!” respon Benny dengan sabar dan saya bersorak dalam hati.

 

Teks & foto: Fransiska Anggraini