
Sri Lanka: Dari Mata Turun ke Hati
Sri Lanka adalah tempat yang tidak bisa dikunjungi sambil sepintas lalu. Luangkan waktu, buka semua indera lebar-lebar, maka Sri Lanka akan menampakkan pesonanya. Sedikit demi sedikit.
Sri Lanka adalah destinasi yang sedang naik daun di kalangan pelancong dunia. Atas undangan Mihin Lanka, low cost carrier maskapai SriLankan Air yang memiliki rute langsung dari Jakarta ke Colombo, saya diminta untuk memperkenalkan Sri Lanka kepada para pejalan Indonesia yang selalu haus akan informasi tempat-tempat eksotis.
Perhatian Pada Hal Kecil
“Mihin Lanka telah lama memiliki rute langsung dari Jakarta ke Colombo, namun selama ini penumpangnya kebanyakan tenaga kerja wanita dan jemaah haji yang transit menuju Timur Tengah,” jelas Ruth Aruan, Sales Manager Srilankan Air.
SriLankan Air sendiri sebagai flag carrier Sri Lanka tidak memiliki rute langsung ke Colombo dari Jakarta, melainkan via Singapura. Walau mengusung konsep low cost carrier, layanan Mihin Lanka serasa maskapai full service. Waktu perjalanan yang ditempuh selama 3,5 jam ini juga menyajikan makanan secara cuma-cuma, walau untuk urusan hiburan, tersedia iPad berisi film yang dapat disewa dengan harga terjangkau.
Yang mengesankan adalah para pramugari Mihin yang asli Sri Lanka mengucapkan pengumuman penerbangan menggunakan bahasa Indonesia. “Karena rute dari Jakarta penuh dengan warga Indonesia yang tidak mengerti bahasa Inggris, maka pengumuman sengaja diucapkan menggunakan bahasa Indonesia. Pramugari-pramugari itu tidak mengerti bahasa Indonesia, mereka hanya sekadar membacakan pengumuman yang sudah kami terjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,” jelas Ruth. Walau merupakan hal kecil, hal itu merupakan sentuhan personal yang berpihak kepada penumpang.
Mengubah Persepsi
Saya tiba di Colombo menjelang malam. Tak seperti imigrasi di negara-negara lain yang dipenuhi antrean panjang, Imigrasi di Colombo sore itu hanya dipadati beberapa penumpang yang turun dari Mihin Lanka asal Jakarta. Sebagian besar penumpang tidak mengantre Imigrasi, melainkan langsung menuju ke ruang tunggu untuk menunggu penerbangan berikutnya.
“Masih banyak yang belum percaya kalau Sri Lanka sudah aman, namun semoga setelah Commonwealth Heads of Government Meeting (CHOGM) atau pertemuan para kepala negara Persemakmuran Inggris setiap dua tahun yang digelar di Colombo pada pertengahan November 2013, turis akan berdatangan kembali,” ujar Ruth.
Malam pertama itu saya lewatkan di sebuah hotel jaringan Jetwing di Negombo, sebelum keesokan harinya menuju Sigiriya, salah satu objek wisata kebanggaan masyarakat Sri Lanka. Impresi saya tentang Sri Lanka adalah masyarakatnya yang ramah. Senyum lebar menyambut saya di mana-mana, bahkan dari petugas Imigrasi yang mengecap paspor.
“I find Sri Lankans a friendlier version of Indians,” canda saya kepada Sam, pemandu kami yang asli Sri Lanka. “Madam, please, we’re not Indians!” tangkis Sam. Benar yang dikatakan Sam, rata-rata bahasa Inggris orang Sri Lanka memang tanpa aksen kental seperti orang India.
……………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
Selengkapnya baca di Majalah Panorama edisi Maret-April 2014.
TEKS & FOTO: FRANSISKA ANGGRAINI