
Rock n’ Roll di Erasmus Huis
Sebagai pusat kebudayaan Belanda yang berada di Jakarta, Erasmus Huis termasuk rutin mengadakan berbagai pertunjukan dan penampilan seni. Sebagai wadah untuk mempersembahkan khasanah budaya Belanda, Erasmus Huis tercatat kerap mendatangkan seniman dan musisi dari Negeri Kincir Angin, seperti band DeWolff yang Sabtu, 9 Maret 2019 menyemarakkan suasana melalui alunan musik bergenre Psychedelic Southern Blues Rock.
Band beranggotakan tiga personil, yakni kakak-beradik Pablo (vokalis/gitaris) dan Luka van de Poel (drum), serta Robin Pison (organ Hammond) terbentuk pada 2007 di Geleen, Provinsi Limburg, dengan total sembilan album yang sudah mereka karyakan. Secara umum, DeWolff bisa dikategorikan sebagai band rock, namun lagu-lagu ciptaan band yang namanya terinspirasi dari salah satu karakter di film Pulp Fiction (1994), The Wolf, cukup spesifik dalam menghadirkan nuansa Psychedelic Rock dan Blues Rock melalui tembang-tembangnya.
Psychedelic Rock adalah salah jenis musik rock yang tercipta pada 1965 di Inggris dan Amerika, yang menjadi bagian penting dari budaya pop barat dan populer hingga 1969. Sejumlah band terkenal di dunia mengusung genre ini, sebut saja The Beatles, Pink Floyd, The Doors, The Rolling Stones, The Beach Boys, dll. Sedangkan Bluesrock dideskripsikan sebagai kombinasi musik blues dan rock yang membawa pendengar DeWolff kembali ke era 1960-an, saat Rolling Stones membawa unsur blues yang terinspirasi dari musisi Elmore James, Muddy Waters ke musik mereka.
Dengan komposisi musik yang terinspirasi dari periode 1960-1970-an, musikalitas DeWolff tak terdengar usang dimakan waktu, malah membangkitkan nostalgia, seakan memadukan Leon Russell, Deep Purple, Black Keys, dan Allman Brothers menjadi satu kesatuan. Malam itu, ketiga personil tampil maksimal di hadapan puluhan penonton yang memenuhi ruang auditorium, yang terletak di lantai dua Erasmus Huis. Tanpa menunggu lama, DeWolff tak perlu pemanasan sebelum menghentak panggung. Sang vokalis, Pablo terlihat begitu menguasai panggung, menghentakkan kakinya sembari memainkan gitar, padahal area panggung tak begitu luas tak membatasinya untuk berekspresi sepanjang tampil.
Menyaksikan band yang dinominasikan Edison Award (kategori Best Rock) membawa kenikmatan tersendiri, walalupun Anda tak begitu familiar dengan lagu Don’t You Go up the Sky, Tired of Loving You, Sugar Moon, atau California Burning, namun sanggup membuat tubuh ikut seirama musik yang mengalun. Yang mengejutkan, DeWolff berkolaborasi dengan Khayalan and The Master Project (proyek band kolaborasi bergenre pop rock) yang malam itu tampil sebagai band pembuka memainkan lagu Bento milik Iwan Falls.
Wadah Seni Belanda

Selama hampir 50 tahun, Erasmus Huis menjadi wadah menarik bagi pengenalan budaya Belanda bagi penikmat seni di Indonesia. Reputasinya yang baik diraih berkat rutinnya menggelar acara-acara bertema seni dan budaya, membuat Erasmus Huis kerap mendapat apresiasi positif, apalagi tak hanya menyajikan pertunjukan musik saja, namun juga menghadirkan acara pemutaran film, diskusi, dan workshop yang sebagian besar tidak dipungut bayaran.
Keberadaan Erasmus Huis merupakan bukti kerja sama baik antara Belanda dengan Indonesia, tentu saja karena ikatan sejarah di antara keduanya. Tak dipungkiri juga bahwa Indonesia menjadi sumber inspirasi bagi sejumlah seniman Belanda, sehingga Erasmus Huis yang awalnya berlokasi di Menteng ini menjadi wadah pertukaran budaya yang saling menguntungkan bagi kedua negara.
Pada Mei 2018, Erasmus Huis ditutup untuk publik untuk proses renovasi dan kembali dibuka pada 22 November 2018 melalui seremoni pembukaan kembali yang menghadirkan pianis Ananda Sukarlan dan Gigi Art of Dance di hadapan tamu-tamu VIP. Sehari setelahnya, Erasmus Huis dibuka untuk umum, di mana pengunjung dapat menikmati area galeri yang kini lebih luas, juga penampakan sejumlah jendela yang memberi kesan lebih terbuka. Untuk mengetahui jadwal acara dan pertunjukan seni yang akan berlangsung di Erasmus Huis, dapat memantau akun Instagram-nya @erasmushuis_jakarta.F