The Voyage to Marege, Kolaborasi Musik Dua Negara
Indonesia dan Australia tidak hanya memiliki kedekatan posisi secara geografis. Namun sejak beberapa abad lalu, hubungan keduanya sudah terjalin erat. Adalah kaum Bugis dan Makassar yang memang terkenal sebagai pelaut ulung yang membawa mereka hingga ke daratan Australia bagian utara sekitar tahun 1700-an. Tiba di Australia, orang-orang Bugis dan Makassar ini melakukan kontak dengan suku Yolngu di Timur Laut Arnhem Land.
Pertemuan kedua suku yang berbeda budaya ini ternyata berlanjut hingga empat abad kemudian. Hubungan relasi biasa berubah menjadi asimiliasi budaya melalui pernikahan. Jejak hubungan yang harmonis ini dapat ditemukan melalui lagu-lagu tradisional, tarian dan karya seni di kalangan masyarakat Yolngu. Tak heran jika beberapa kata dalam tata bahasa orang Yolngu mengadaptasi bahasa Indonesia, seperti kata teripang yang juga bermakna sama dengan yang kita pahami. Atau uang disebut rupiya (mengadopsi rupiah).
Dengan cerita dan sejarah unik mengenai keduanya, Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia menginisiasi perhelatan konser musik The Voyage to Marege yang terinspirasi dari kisah suku Yolngu dengan masyarakat Bugis dan Makassar. Dalam konferensi pers yang diadakan 29 Agustus kemarin, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Paul Grigson mengatakan, “Hubungan yang terjalin antara pedagang Bugis dan masyarakat Yolngu merepresentasi hubungan awal di antara kedua masyarakat kita.” Grigson pun berharap agar melalui konser ini bisa menjadi kesempatan baik untuk memamerkan kolaborasi mereka sebagai bentuk penghormatan terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Konser musik yang akan digelar pada 31 Agustus 2017 di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki ini akan menghadirkan kolaborasi unik antara Ananda Sukarlan, komponis terkemuka asal Indonesia dengan musisi penduduk asli Australia, Djakapurra Munyarryun dan Kevin Yunupingu. Untuk persiapannya sendiri, Ananda sengaja berkunjung ke Australia untuk mengunjungi komunitas Yolngu. Selama seminggu dirinya belajar mengenai budaya, tradisi, dan lagu, serta ritme seni masyarakat Yolngu. Tentunya hal ini bisa inspirasi baginya untuk persiapan konser.
Sedangkan bagi Djakapurra yang pernah tampil di seremoni Olimpiade Sydney tahun 2000 mengaku ini merupakan sesuatu yang berbeda ketika dirinya mesti memadukan seni musik suku asli Australia yang biasa menggunakan alat musik khas didgeridoo yang dipadu dalam balutan musik orkestra. Didgeridoo sendiri merupakan alat musik tiup khas orang Aborigin yang sudah menjadi simbol seni kaum ini.
Bagi Anda yang berminat untuk melihat langsung perpaduan dua budaya yang menyajikan simfoni musik orkestra dengan alunan didgeridoo, bisa mendaftar melalui https://voyagetomarege.eventbrite.com. Konser ini terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya. Di samping perhelatan konser The Voyage to Marege, Kedutaan Besar Australia pun turut mempersembahkan pameran foto Indonesia’s Struggle for Independence: The Australian Connection yang bisa disaksikan di lobi teater.