TOP

Sembilan Jam di Phillip Island

 

 

Tepat pukul 16:30, saya segera turun dari bus yang membawa ke Penguin Parade di Phillip Island, sekitar 140 kilometer dari Melbourne. Badan menggigil akibat angin yang berhembus kencang serta temperatur rendah di musim gugur tak membuat suasana hati turut mendingin. Berjalan cepat, saya segera membeli tiket dan memasuki area indoor dengan beberapa sisi dinding berupa jendela yang menjulang tinggi dari lantai hingga langit-langit, menawarkan pemandangan di luar. Tak sabar rasanya duduk-duduk di sampingnya sambil menanti kedatangan binatang favorit saya.

Ya, tujuan utama saya kali ini di Victoria adalah berjumpa dengan koloni little penguin terbesar di Australia! Menariknya, berbeda bila datang ke kebun binatang ketika satwa tidak boleh berkeliaran bebas dan harus hidup di balik jeruji, di Phillip Island, penguin datang setiap sore ke Summerland Beach usai “melaut” – atau lebih tepatnya mencari makan – untuk kembali ke sarang, dan mereka pun bebas berkeliaran di pulau ini tanpa berdekatan langsung dengan manusia.

Sekitar pukul 17:30, ranger ini membawa saya menuju menara Sky Box untuk menyaksikan parade penguin. Bila tidak membeli tiket VIP, tersedia viewing platform di tepian pantai yang bentuknya mirip tempat duduk di stadion sepakbola dengan bangku panjang berderet dan bertingkat. Hanya saja, saat musim gugur ketika saya datang, angin berhembus kencang dan rasanya saya bakal membeku kedinginan sebelum koloni penguin ini datang. Pilihan pun jatuh pada VIP Tourdi mana maksimal sepuluh pengunjung dengan usia di atas 16 tahun bisa menyaksikan penguin dari menara dengan bantuan teropong serta ranger yang dengan ramah menceritakan fakta-fakta menarik tentang hewan lucu dan menggemaskan tersebut.

 

 

???????????????

Menanti Little Penguin

Lebih dari 4.000 dari 32.000 little penguin (Eudyptula minor) yang tinggal di perairan sekitar Phillip Island memiliki liang di sekitar Summerland Beach. Merupakan penguin endemik Australia dan jenis terkecil dari spesies mereka dengan tinggi hanya 33 sentimeter, penguin mungil ini meninggalkan liang mereka satu jam sebelum matahari terbit dan berenang hingga 100 kilometer jauhnya sebelum kembali.

Menjelang malam, penguin dewasa akan membawakan makanan bagi bayi penguin yang harus tetap tinggal di liang-liang mungil. Bila terjadi sesuatu pada orangtua mereka saat mencari makanan di laut, penguin kecil ini tidak dapat makan. Selain itu, hanya 50 persen penguin yang bisa bertahan hidup selama setahun sejak kelahiran. Pada usia dua hingga tiga tahun, penguin akan mendapatkan pasangan dan kemudian beranak.

Sekitar pukul 18:00, salah satu ranger menyodorkan teropong sembari menunjuk ke salah satu sisi pantai. “Here they come!” serunya. Saya pun segera mengarahkan teropong ke arah yang ditunjuknya. Tampak beberapa penguin – sekitar enam hingga tujuh ekor – timbul tenggelam di tengah ombak. Tak lama kemudian, penguin tersebut tiba di pantai dan berjalan beriringan menuju daratan tempat liang mereka berada. Dua ekor di antaranya terlihat canggung dan bergulingan sehingga sontak membuat saya tergelak geli. Beberapa yang lainnya pun sempat berhenti dan tertinggal karena mengamati suasana sekitar. Setiap selang dua hingga lima menit, selalu ada sekumpulan penguin yang datang dan merapat ke tepian. Betah rasanya memandangi tingkah lucu penguin ini.

Setelah sekitar setengah jam tinggal di menara dan mengamati penguin tersebut dari kejauhan, saya pun segera beranjak beserta pengunjung lainnya ke sejumlah area di sekitar liang. Inilah kesempatan untuk melihat penguin tersebut dari dekat – hingga jarak setengah meter, hanya berbatasan dengan pagar pembatas – yang sedang pulang ke sarang masing-masing. Beberapa pengunjung tampak saling mengingatkan bila ada yang bandel mengeluarkan kamera untuk mengambil gambar ataupun berisik saat penguin mendekati mereka.

Cara berjalan penguin secara bersamaan dalam satu kelompok yang seolah sedang dalam kemacetan lalu lintas ini memang merupakan cara penguin untuk menghangatkan diri satu sama lain. Selain itu, penguin ini juga mendengkur, baik saat menandai daerah teritorial, mencari anak-anaknya, ataupun menarik perhatian lawan jenis. Saya kembali tergelak ketika melihat sejumlah penguin yang sedang kawin bergulingan dan saling menindih di rerumputan, sementara beberapa yang lain memperebutkan penguin betina sembari mengeluarkan suara dengkuran, membusungkan dada, dan membentangkan sayap. Memang, dibandingkan jenis penguin lainnya, little penguin berkembang biak sepanjang tahun dan memiliki siklus perkembangbiakan terpendek yang berlangsung sekitar 50 hari.

 

Penghuni Pertama

Bila ada orang yang menyebutkan bahwa penguin adalah penghuni pertama Phillip Island, barangkali saya langsung mempercayainya. Namun parade penguin ini baru terdengar gaungnya pada 1920-an, ketika mulai ramai orang berkunjung ke Phillip Island demi menonton koloni penguin ini beramai-ramai pulang ke daratan. Selain itu, meski dinamai Phillip Island, penemu pulau ini juga bukanlah Arthur Phillip, gubernur pertama New South Wales, dan beliau juga tidak pernah menetap di Phillip Island.

Penghuni pertama pulau mungil seluas 10.000 hektar ini adalah suku Bunurong yang menetap di sekitar Western Port, teluk besar di selatan Victoria. Sejarah penduduknya terentang hingga puluhan ribu tahun lalu ketika daratan Melbourne terbentang luas hingga ke lautan. Mereka bukanlah penghuni tetap, namun lebih sering mengunjungi tempat ini pada musim panas untuk berburu kerang, ikan, hewan marsupial, dan muttonbird. Meski populasinya sempat menurun drastis setelah kontak pertama dengan pelaut Eropa di tahun 1798, hingga kini, keturunan dari suku Bunurong tetap tinggal di kawasan Melbourne serta mengambil peran aktif dalam menjaga dan melindungi kebudayaan dan warisan mereka. Mereka jugalah yang mendorong semua orang untuk memelihara dan merawat tanah yang dihuni bersama-sama seperti manusia mencintai dan menghormati sesamanya.

 

 

05 Panny's Amzing World of Chocolates

Bagai Willy Wonka

Jauh-jauh datang dari Melbourne – sekitar 90 hingga 120 menit perjalanan – dengan agenda perjalanan yang padat, saya tak sekadar menonton penguin, namun juga mengunjungi sejumlah tempat menarik yang terdapat di Phillip Island. Sedari pagi, sebelum menuju Penguin Parade, saya mampir ke Phillip Island Chocolate Factory.

Tempat ini bukanlah pabrik cokelat biasa di mana pengunjung bisa melihat proses pembuatan cokelat sekaligus membawa pulang kudapan manis tersebut untuk oleh-oleh. Di sini, pengunjung bisa mencoba sendiri proses pembuatan cokelat dari biji kakao hingga menjadi cokelat batang dengan alat peraga mini, mengemudikan model kereta melalui miniatur desa yang terbuat dari cokelat, mengaktifkan zoetrope (perangkat yang menghasilkan ilusi gerak akibat pergerakan cepat pada objek statis) dari cokelat berbentuk penguin sehingga seolah-olah hidup, mengetes kemampuan indra perasa dan penciuman untuk mengenali bahan yang digunakan untuk membuat cokelat, hingga membayangkan terbenam di tengah “air terjun” yang terbentuk dari 400 kilogram cokelat. Puas mengeksplor pabrik cokelat yang dikenal juga dengan sebutan Pannys Amazing World of Chocolate ini, saya membelanjakan dolar yang masih tersisa untuk membeli aneka cokelat premium yang tersedia di sini, kemudian beranjak ke destinasi selanjutnya.

 

 

DSC_0918

Tipuan Mata

Bahkan sebelum melangkahkan kaki ke dalam A Maze’N Things, saya tertegun sejenak memandangi keran ungu raksasa yang menampilkan ilusi seakan-akan mengapung di udara dan menyemburkan ribuan liter air sehingga rumah di bawahnya kebanjiran. Di A Maze’N Things-lah pengunjung bisa menikmati ilusi optik, labirin, dan teka-teki yang menghibur anak-anak dan dewasa sekalipun selama berjam-jam.

Setelah membayar tiket, salah satu staf bernama Geoff yang menemani saya mengeksplor A Maze’N Things menyodorkan sekotak cokelat. “Come on, it’s free,” katanya ramah. Saya pun memasukkan tangan ke dalam kotak untuk mengambil cokelat, namun kemudian hampir berseru kaget ketika mendapati yang saya ambil adalah kecoak! – meskipun memang hanya dalam bentuk replika. Masih terkejut dengan tingkah usil sang staf, saya menolak ketika ia meminta saya memegang bola kaca yang menggunakan plasma sebagai sumber cahaya. Saya mengamati ketika salah satu pengunjung mempercayai perkataan Geoff yang menyebutkan bahwa siapa pun yang menyentuh bola ini bakal terlihat berbeda. Barangkali pengunjung tersebut teringat bola logam yang dapat membuat rambut berdiri, sehingga ia pun tak ragu menyentuhkan tangannya ke bola tersebut. Namun tak ada yang terjadi selain cahaya di dalam bola tersebut yang merespon sentuhan sang pengunjung. Ia kemudian bertanya penasaran pada Geoff, “How do I look like?”, yang dijawab, “You look stupid standing there!” Kontan saya tertawa terbahak-bahak.

DSC_0890

Rupanya pengalaman unik, aneh, dan menarik di tempat ini dimulai dari hal-hal kecil, sehingga mengejutkan, atau minimal membuat pengunjungnya geli, heran, takjub, dan terkagum-kagum. Di sini, saya dapat berfoto dengan kepala yang seakan-seakan terpotong dan tersaji di meja makan, berdiri tegak di sudut 45 derajat, membesarkan dan mengecilkan tubuh sesuka hati, membongkar trik sederhana yang digunakan para pesulap ilusi, tersesat di dalam salah satu labirin terbesar di Australia sepanjang 2,1 kilometer, serta menguji adrenalin dengan meluncur di seluncur vertikal dalam ruangan tertinggi di belahan bumi selatan.

 

Teks: Melinda Yuliani

Artikel lengkap bisa dibaca di majalah Panorama edisi Juli-Agustus 2015