TOP

Dari Basilika ke Basilika

Hungaria yang relatif mungil ini menyimpan berbagai atraksi wisata yang disebut-sebut sebagai terluas, tertua, dan tercantik di dunia, termasuk Esztergom, ibu kota Hungaria pada abad 10 hingga 13, yang memiliki basilika terbesar di negara itu.

 

Setelah naik bus selama tiga jam dari Bratislava, Slowakia, tibalah saya di Budapest yang sore itu cuacanya cukup terik. Musim panas yang menyelimuti Eropa pada bulan Juni membuat siang terasa lebih lama, karena matahari masih belum mau meninggalkan tempat peraduannya hingga kira-kira pukul 22:00. Namun hal ini justru memberikan saya kesempatan dan waktu yang lebih banyak untuk menjelajahi kota yang dibelah Sungai Danube ini.

Perhentian pertama saya di Budapest adalah St. Stephen’s Basilica. Bangunan bergaya neoklasik yang dinamai berdasarkan raja pertama Hungaria ini menyimpan relikui tangan kanan sang raja di dalamnya. Konon setelah kematiannya, tangan ini tidak ikut membusuk. Menganggap hal ini sebagai suatu mukjizat, tangan tersebut dipisahkan dari tubuhnya dan disimpan sebagai peninggalan suci di St. Stephen’s Basilica. Gereja terbesar dan tertinggi ketiga di negara ini juga memiliki lonceng terbesar yang biasanya dibunyikan dua kali dalam setahun, yaitu pada St. Stephen’s Day (20 Agustus) dan malam Tahun Baru.

Selama tiga hari berikutnya di Budapest, saya mengunjungi sejumlah landmark terkenal lainnya, seperti Matthias Church yang merupakan gereja abad pertengahan yang dibangun dengan gaya gotik; viewing terrace Fisherman’s Bastion di tepi Sungai Danube yang menampilkan panorama sungai, Margaret Island, Pest, dan Gellért Hill dari ketinggian; serta mengarungi Sungai Danube sembari menyaksikan kemegahan kota ini di atas kapal.

 

1 novani nugrahani

Vatikan Versi Hungaria

Walau kini Budapest merupakan ibu kota Hungaria, di masa lalu, Esztergom lah yang membuka babak baru dari perjalanan sejarah bangsa Magyar ini. Di kota ini jugalah raja pertama Hungaria, Stephen I, dimahkotai sebagai raja Nasrani pertama bagi kaum Magyar.

Dari Budapest, mobil yang mengantar saya mengarah ke utara melalui Route 11 sebelum belok kiri menuju Szentendre. Desa kecil yang berada di kaki perbukitan Pilis ini hanya setengah jam berkendara dari Budapest, sehingga biasanya dijadikan sebagai wisata daytrip bagi turis maupun destinasi akhir pekan bagi penduduk lokal. Karena waktu yang memang terbatas, saya hanya mampir sebentar di sini untuk mengagumi keindahan desa yang dipenuhi museum, galeri, gereja, dan bangunan cantik lainnya yang bergaya barok. Toko suvenir dan butik di sini pun menjual barang-barang unik, mulai dari aksesori, kékfestés (kain biru khas Hungaria yang mulai jarang ditemui di negara ini – biasanya dijual dalam bentuk lembaran, atau telah diolah menjadi blus, rok, celemek, dan taplak), perabotan rumah, kartu pos yang dilukis, miniatur rumah khas Szentendre, hingga patung antik dan barang-barang kuno lainnya.

Melanjutkan perjalanan menuju Esztergom yang sekitar 40 menit berkendara, tujuan pertama saya adalah Esztergom Basilica. Bangunan yang berdiri saat ini menempati lahan dari katedral pertama di Hungaria yang dibangun oleh István I antara 1001 hingga 1010 dan dibakar pada akhir abad 12. Gereja ini dibangun kembali, dan bahkan selamat dari invasi tentara Mongol, namun dihancurkan kembali di bawah kekuasaan Turki. “Lukisan dan ikonografi mengenai Yesus dan Bunda Maria di sini sempat ditutup dengan cat putih oleh bangsa Ottoman, namun justru hal inilah yang menjaga lukisan tetap awet hingga kini,” jelas Endrei.

Di kompleks Esztergom Basilica ini juga terdapat patung setengah badan Franz Liszt, pianis dan komposer ternama setaraf Beethoven dan Mozart yang menyumbangkan lagu berjudul Gran Mass saat upacara penahbisan gereja pada 1856. Selain itu di sisi barat halaman basilika juga terdapat patung besar Raja Stephen I yang sedang dibaptis oleh Paus Sylvester, seolah-olah mengesahkan status Esztergom sebagai tempat kelahiran kebudayaan Magyar dan Kekristenan di Hungaria.

 

4 novani nugrahani

Persilangan Budaya

Peristiwa yang terjadi di masa lampau membuat Esztergom memiliki berbagai paduan kebudayaan. Karena berbatasan langsung dengan Slowakia, Esztergom merupakan basis terbesar bagi etnis minoritas Slowak yang mendiami beberapa pemukiman di Esztergom.

Lokasi kota yang tak jauh dari Szentendre, konsentrasi terbesar dari etnis minoritas Serbia di Hungaria, juga membuat beberapa pengungsi memilih menetap di Esztergom. Gereja-gereja ortodoks Serbia yang berdiri di sisi jalan menjadi bukti keberadaan suku bangsa asal Eropa Tengah dan Balkan tersebut di Esztergom.

Sementara Víziváros, atau dalam bahasa Inggris disebut Waterfront, merupakan pemukiman di dekat Esztergom Basilica yang pernah dijadikan bangsa Ottoman sebagai pemukiman mereka selama lebih dari seabad. Tak heran bila di sini banyak terdapat bangunan berarsitektur islami dan khas Turki, termasuk masjid-masjid dengan kubah besar dan minaret di keempat sisinya. Karena banyak terdapat sumber air panas, di sini juga dibangun sejumlah hammam yang hingga kini masih banyak dijumpai di Víziváros. Letaknya yang berbatasan dengan wilayah yang dikenal sebagai Kekaisaran Romawi Suci pada masa itu juga membuat bangsa Turki membangun beberapa benteng pertahanan yang sekarang bisa dilihat dengan berjalan di tepi Sungai Danube.

 

Teks: Leonard Suwandi

Artikel lengkap dapat dilihat di majalah Panorama edisi November-Desember 2015