
Kanpai Kansai!
Tiga malam, empat kota, dan dua pria Jepang yang dengan sabar menemani pekik demi pekik kekaguman yang meluncur dari mulut di sebuah negeri yang penuh keunikan.
Tomomitsu Matsumoto dari New Kansai International Airport Company, Ltd, yang kemudian minta dipanggil Ma-chan, dalam email-nya mengundang saya ke Osaka. “Jepang tak hanya bisa masuk dari Tokyo, karena Kansai juga merupakan pintu gerbang menuju Osaka, Kyoto, Kobe, dan Nara. Restoran-restoran di beberapa kota di Kansai pun ada yang sudah bersertifikat halal,” begitu katanya. Tak heran semakin banyak maskapai yang membuka rutenya ke Osaka, termasuk Garuda Indonesia yang memulai penerbangan langsung perdana Jakarta – Osaka di awal November 2013, selain AirAsia X yang juga menambah frekuensi Kuala Lumpur – Osaka dari beberapa kali seminggu menjadi setiap hari.
Tradisi Meishi
Tiba di Kansai International Airport (KIX) dengan AirAsia X, Ma-chan telah menunggu dengan kertas bertuliskan nama saya di Terminal Kedatangan. Bersamanya telah hadir seorang petinggi dari Hankai Railways dan seorang guide berbahasa Inggris yang telah memiliki sertifikat resmi dari pemerintah. Ketiga pria Jepang itu mengenakan jas hitam formal, sehingga saya yang hanya berbalutkan jins dan kardigan merasa sangat under dressed. Setelah bersalaman dan saling membungkuk, Hiro-san, guide jenaka mempersilakan saya untuk bertukar kartu nama (meishi). Ini merupakan etiket bisnis ala Jepang, di mana kartu nama harus selalu diserahkan kepada orang baru di awal perkenalan.
Kartu nama harus diberikan dengan kedua tangan dengan tulisan yang menghadap ke lawan bicara. Setelah menerima kartu nama, jangan langsung dimasukkan ke saku atau wadah kartu nama karena dianggap tidak sopan, melainkan si penerima harus membaca nama dan jabatan yang tertera secara cermat. Belajar dari tata krama itu, sepertinya besok-besok saya harus siap kartu nama di saku celana supaya tak perlu merogoh tas setiap kali dikenalkan dengan orang selama di Jepang.
“Ma-chan, can we stop somewhere for coffee?” bisik saya ke Ma-chan ketika berjalan menuju stasiun kereta untuk menuju kompleks pertokoan Namba Parks di Osaka. Sambil mengangguk, ia menarik saya ke sebuah vending machine. “No, I don’t want to drink canned coffee. I need a hot one!” protes saya. “With this machine you can also have hot drinks!” kata Ma-chan sambil merogoh koin di sakunya dan seketika saya merasa seperti baru datang dari pedalaman.
Vending machine di Jepang menyediakan minuman dingin dan panas yang ditandai dengan warna biru (untuk minuman dingin) dan merah (untuk minuman panas). Bila memilih minuman panas, maka kaleng dan isi minuman pun akan keluar dari mesin dalam keadaan hangat dan siap diminum. Ketika cuaca dingin, memegang kaleng panas dan meneguk minuman panas sambil berjalan kaki membuat musim dingin tak terlalu menyebalkan. “Kanpai!” ujar saya kepada Ma-chan sambil meneguk kopi hangat dari kaleng.
**********
Selengkapnya baca di Majalah Panorama edisi Januari-Februari 2014.
TEKS & FOTO: FRANSISKA ANGGRAINI