TOP

Nostalgia Paris Abad 19 di Montmartre

Gang-gang berlantai batu yang dijulangi kubah putih Sacré-Cœur Basilica di sekitar Montmartre, dengan mudah membuat siapa pun bagai berada di Paris era 1920-an. Walau berada di tengah Paris yang modern dan merupakan salah satu tempat paling ramai turis, keunikan Montmartre adalah suasana pedesaannya yang tetap terpelihara.

Desa tempat seniman berkumpul sejak abad 19 berkat keberadaan tempat hiburan malam Moulin Rouge dan Le Chat Noir ini kini juga menjelma menjadi pusat industri kreatif warga setempat, yang hadir dalam bentuk kafe, butik, toko vintage, dan perusahaan start-up kecil-kecilan. Selain berbelanja, atau menikmati kopi dengan sepotong pastry yang menyajikan pemandangan ke arah Sacré-Cœur Basilica, dari puncak bukit di Montmartre yang berada di tepi kanan Sungai Seine menyajikan pemandangan kawasan arrondissement (distrik) ke-18 dari ketinggian.

Puncak bukit ini juga bersejarah karena pernah digunakan oleh pasukan Henry IV untuk melontarkan artileri pada perebutan Paris di konflik berkepanjangan antara penganut Katolik dan Protestan pada 1590. Sempat pula digunakan untuk melakukan hal yang sama oleh pasukan Rusia yang menginvasi Paris.

Jangan lewatkan juga menjelajahi jalan-jalan utama, seperti rue des Martyrs, rue Lamarck, rue Caulaincourt, rue des Abbesses, selain jalan-jalan kecil di belakang Sacré-Cœur Basilica, kebun anggur mungil di Rue des Saulesm dan bekas studio Pablo Picasso di rue Ravignan. Pemakaman Montmartre seluas 100 meter persegi yang pintu masuknya berada di Avenue Rachel tak jauh dari rue Calaincourt, merupakan tempat seniman yang pernah tinggal di Montmartre dikubur, seperti pelukis dan pematung Edgar Degas, Heinrich Heine, Gustave Moureau, dan sutradara François Truffaut.