
Taiwan, Serupa Tapi Tak Sama
Taiwan mirip China, namun dengan budaya yang berbeda. Taiwan mirip China, namun tanpa otoritarianisme. Taiwan mirip China, namun dengan deretan pantai tropis yang cantik dan kuliner lezat dengan pengaruh Asia Tenggara. Mengesampingkan realita politik, bila bertanya-tanya apakah mengunjungi Taiwan serasa mengunjungi China, jawabannya adalah tidak.
Dalam Bucket List saya, mengunjungi Taiwan bukanlah prioritas karena lebih tertarik menginjakkan kaki di Timor Leste atau Turki yang eksotis. Sejumlah acara hiburan di televisi pun semakin meyakinkan saya bahwa penduduk Taiwan tak jauh berbeda dengan penduduk China lainnya, entah dari segi makanan, bahasa, hingga arsitektur. Sampai datanglah undangan dari Garuda Indonesia dan Biro Pariwisata Taiwan untuk mengunjungi Negeri Formosa ini.
Keyakinan saya mengenai kebudayaan Taiwan yang tak jauh berbeda dengan China membuat saya berangkat tanpa riset kecil-kecilan terlebih dahulu, padahal biasanya ritual ini tak pernah luput saya lakukan. Setiba di Bandar Internasional Taiwan Taoyuan sekitar pukul sembilan malam, Toni Tung, pemandu wisata yang asli Surabaya dan telah menetap di Taiwan selama setengah abad, menjemput saya.
Aborigin Taiwan
Sebagai frequent traveler Hong Kong dan China, saya memang tak terlalu berharap dari kunjungan ini. Anggapan saya, penduduk yang berbahasa Mandarin pastinya adalah keturunan China dan memiliki kebudayaan yang tak berbeda jauh. Bahkan kulinernya pun bukan sesuatu yang asing bagi saya.
Namun anggapan ini langsung patah dalam hitungan jam setelah tiba di Xiangshan Visitor Center, Yuchi Township, Nantou County, sekitar tiga jam berkendara dari Taipei. Tak hanya mendapatkan informasi menarik mengenai Sun Moon Lake yang terletak di sekitar Visitor Center tersebut, namun juga fakta bahwa penduduk asli Taiwan adalah Aborigin! Namun jangan langsung mengaitkannya dengan Aborigin dari Australia karena keduanya berbeda. Kata “aborigine” sendiri berasal dari bahasa Latin yang berarti penduduk asli atau pribumi.
Jauh sebelum suku Han berimigrasi pada pertengahan tahun 1600-an, Aborigin Taiwan telah menghuni pulau ini selama ribuan tahun dan mereka adalah penutur bahasa Austronesia atau yang juga dikenal sebagai bahasa Formosa. Sejumlah antropolog bahkan meyakini bahwa orang Austronesia berasal dari Taiwan karena bahasa yang mereka gunakan berbeda dan lebih bervariasi. Sayangnya, dari sekitar 26 bahasa, sepuluh di antaranya telah punah dan beberapa lainnya terancam punah. Empat belas suku Aborigin yang resmi diakui pemerintah pun kini hanya tersisa sekitar dua persen dari jumlah penduduk.
Selengkapnya baca di Majalah Panorama edisi Mei-Juni 2014.
Teks: Melinda Yuliani