TOP

World’s Fashion Capitals

Tempat-tempat berikut akan membuat siapa pun berharap untuk memiliki ingatan fotografis untuk merekam beragam pakaian stylish yang dikenakan para warganya dalam keseharian. Tanpa panggung runway, berkunjung ke kota-kota berikut juga akan bagai sedang menghadiri berbagai peragaan busana yang tak pernah berakhir.

 

Seoul

Bila empat dekade lalu masih banyak warga Seoul yang mengenakan hanbok (pakaian tradisional), kini berbagai brand internasional lah yang melekat di tubuh masyarakatnya. Seoul telah berkembang menjadi kota yang sangat trendi, dan hasil rancangan para desainernya pun telah mendunia. Sebut saja Hanii Y yang memadukan elemen tradisional Korea dengan pengaruh vintage sehingga menghasilkan busana kontemporer yang unik atau PushBUTTON dengan koleksinya yang berani, fun, dan edgy yang ditonjolkan melalui paduan beragam warna dan jenis kain. Keberhasilan Korean Wave di seluruh dunia terbukti ketika pesohor sekelas Lady Gaga dan Lindsay Lohan mengenakan label high-end asal Korea, yaitu Lie Sang Bong, yang koleksinya juga pernah dipamerkan di Paris Fashion Week.

 

Tokyo

Street style ala Jepang sangatlah khas, kreatif, dan seringkali nyentrik. Saking uniknya, gaya busana ini kemudian menjadi inspirasi anak muda di seluruh dunia dan mempengaruhi pergerakan tren fashion global. Sebut saja Lolita yang terinspirasi oleh era Victoria dengan rok renda, kaos kaki yang dipakai setinggi lutut, dan pita sebagai aksesori pada pakaian, tas, sepatu, hingga rambut. Gaya ini terbagi lagi menjadi beberapa kategori, termasuk Gothic Lolita yang didominasi warna-warna gelap serta aksesori berbentuk laba-laba, kelelawar, salib, atau tengkorak, dan Sweet Lolita yang juga terinspirasi oleh kisah Alice in Wonderland, sehingga aksesorinya pun berupa boneka (biasanya Hello Kitty atau Rilakkuma), pita besar, tas lucu, dan payung berenda.

 

Amsterdam

Inovasi dan kreativitas adalah dua hal yang menjadi ciri warga Amsterdam yang jarang diketahui orang. Setiap musim panas dan dingin, kota ini menggelar Amsterdam International Fashion Week (AMIF, www.amsterdamfashionweek.com) yang membuat pengunjungnya serasa menonton festival seni karena sajian peragaan busana yang unik. Dari acara ini jugalah, pengamat busana memprediksi berbagai tren sehingga AMIF tak kalah akurat dengan Fashion Week di New York, Milan, dan Paris. Dari AMIF yang digelar Januari 2016 lalu, glitter dan ornamen yang berkilauan bakal menjadi tren, berhubung beberapa  desainer, seperti Esther Haamke, Tony Cohen, dan Anbasja Blanken mengaplikasikan detail tersebut pada rancangan mereka.

 

Melbourne

Saking seringnya iklim berubah, bahkan dalam satu hari, penduduk Melbourne memang dipaksa untuk berpakaian dengan menyesuaikan dengan cuaca yang tak terduga, namun banyak di antara mereka yang tak ingin berkompromi dengan gaya. Walau busana yang dikenakan terdiri dari beberapa layer, mereka tak takut mengenakan warna-warna cerah dengan gaya unik yang merepresentasikan keragaman budaya kota ini.

 

Berlin

 Di Berlin, tak ada patokan yang pasti untuk cara berpakaian, karena banyaknya style yang dimiliki masing-masing kawasan. Di Kreuzberg yang hipster, misalnya, penduduk setempat kerap terlihat duduk-duduk di bar dalam balutan busana vintage. Sementara di Kurfürstendamm yang merupakan area paling trendi di Berlin, warganya terlihat mengenakan busana rancangan desainer terkenal dan high-street fashion. Selain itu, kebanyakan warga di timur Belin lebih menggemari warna-warna gelap dan gaya Grunge, sedangkan warga di barat lebih menyukai preppy look dalam pilihan warna-warni terang.

 

London

Eksentrik adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan gaya berpakaian masyarakat London yang merupakan hasil mix and match dari high-street clothing. Triknya adalah mengenakan motif berwarna sama dengan warna dasar busana, serta mengurangi kesan berlebihan dengan mengenakan luaran, seperti cardigan atau blazer tanpa motif. Hal lainnya yang membedakan gaya berpakaian masyarakat London dengan kota-kota fashion lainnya adalah fungsi tracksuit yang tak hanya sekadar untuk berolahraga, namun juga untuk tampil stylish, misalnya dengan dipadukan bersama tailored blazers, tank top atau T-shirt, dan trainers. Untuk alas kaki, Dr. Martens dan ballet flats adalah sepatu yang paling digemari untuk sehari-hari, meski untuk acara formal high heels atau oxford shoes masih menjadi pilihan utama untuk dipadukan dengan bodycon dress atau sleek shirt.

 

Jember

Kota kecil di Jawa Timur ini mulai dilirik sebagai destinasi wisata bagi pecinta busana maupun fotografer mode sejak konsisten menyenggarakan Jember Fashion Carnaval (JFC). Digagas pertama kali oleh Dynand Fariz, acara ini awalnya hanyalah sebuah Pekan Mode yang diselenggarakan kecil-kecilan di rumah mode yang ia dirikan seusai pulang dari studinya di ESMOD Paris. Ketika itu, para karyawannya selama seminggu wajib mengenakan busana yang saat itu sedang menjadi tren dunia. Setahun kemudian, pada 2002, pakaian yang dikenakan selama Pekan Mode dipamerkan keliling kampung dan alun-alun Jember, dan baru pada Januari 2003 JFC yang pertama diselenggararakan bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Kota Jember dengan tema cowboy, punk, dan gipsi.

 

Teks: Melinda Yuliani